Pindah ke IKN, Erick Tawarkan 13 Aset BUMN di Monas ke Pengusaha Hong Kong 

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, usai memberangkatkan hampir 100 ribu peserta program 'Mudik Asyik Bersama BUMN 2024', di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Jumat, 5 April 2024.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

Jakarta - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir menawarkan 13 aset BUMN yang ada di sekitar kawasan Monas kepada pengusaha Hong Kong. Penawaran ini dilakukan saat dia melakukan roadshow ke Hong Kong. 

Erick Thohir : Satu Game Lagi Sudah Kunci ke Olimpiade, Kalau Dua Game Kita Juaranya

"Kita juga kemarin ke Hong Kong, kita roadshow mengenai rencana dana reksa launching property fund. Kenapa, ada 13 aset BUMN di sekitar Monas," kata Erick dalam media briefing Sabtu, 20 April 2024.

Menteri BUMN Erick Thohir di GBK

Photo :
  • VIVA.co.id/Zendy Pradana
Sri Mulyani Ungkap Pembangunan IKN Sudah Sedot APBN Rp 4,3 Triliun

Erick mengatakan, hal itu dilakukan agar aset-aset BUMN tidak terbengkalai usai ibu kota RI, pindah ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, di Kalimantan Timur. Aset pun menurutnya harus dimanfaatkan dalam satu naungan yang dinamakan property fund.

"Contoh, Pertamina sudah punya gedung, tetapi gedung lama Pertamina kosong sekarang nah itu kan sayang kalau tidak di value creation. Nah, makanya kemarin kita roadshow dengan para potensi pemain property yang mau juga melihat ini sebagai opportunity," jelasnya.

Buru Harta Rafael Alun, KPK Serahkan Memori Kasasi

Erick menyebut, dari hasil penjajakan itu sudah ada beberapa investor Hong Kong yang menunjukkan ketertarikannya. Namun, dia belum mau membocorkan lebih lanjut. 

"Makannya kemarin kita roadshow dengan pemain properti. Dan responnya ada. Sudah ada yang kontak. Tapi saya belum boleh ngomong soalnya belum ada black and white," terangnya. 

Gedung Kementerian BUMN.

Photo :
  • Wikagedung.co.id

Erick mengatakan, tidak ada alasan khusus memilih Hong Kong. Karena menurutnya sudah banyak perusahaan Hong Kong yang berinvestasi di Indonesia. 

"Kenapa bukan Singapura? Karena kita belum melihat agresivitas perusahaan-perusahaan Singapura untuk properti di Indonesia. Karena mereka masih melihat properti di Singapura masih potensi," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya