Bukan karena Malas, Ini Alasan Lebih dari 4 Juta Gen Z Jadi Pengangguran
- Freepik
Jakarta, VIVA – Generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, dikenal sebagai generasi yang melek teknologi dan inovatif. Namun, di balik itu semua, ada masalah besar yang dihadapi oleh banyak anak muda di kelompok ini, yaitu pengangguran.Â
Di Amerika Serikat saja, lebih dari 4 juta Gen Z tidak memiliki pekerjaan atau bahkan tidak sedang menjalani pendidikan atau pelatihan. Begitu pula dengan di Inggris, situasi serupa terjadi dengan lebih dari 100.000 anak muda yang tergolong dalam kelompok NEET (Not in Education, Employment, or Training), seperti dilansir dari Fortune. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi?
Ilustrasi pengangguran
- Freepik
Banyak yang mengira bahwa Gen Z menganggur karena mereka malas atau tidak mau bekerja keras. Namun, kenyataannya jauh lebih kompleks. Salah satu penyebab utama adalah semakin ketatnya persaingan di dunia kerja. Dengan berkembangnya teknologi dan otomatisasi, banyak pekerjaan kantoran yang kini lebih sulit dijangkau, terutama bagi lulusan baru tanpa pengalaman.
Selain itu, biaya hidup yang semakin tinggi juga menjadi tantangan besar. Banyak anak muda harus menolak tawaran pekerjaan karena gaji yang ditawarkan tidak cukup untuk menutupi biaya transportasi atau bahkan tempat tinggal di kota besar. Hal ini membuat mereka terjebak dalam lingkaran sulit, ingin bekerja tetapi tidak mampu membiayai kebutuhan dasar untuk mulai bekerja.
Ilustrasi Gen Z
- pexels.com
Sistem pendidikan juga turut disorot dalam masalah ini. Selama bertahun-tahun, banyak universitas menawarkan program studi yang tidak selalu memiliki prospek kerja yang jelas. Akibatnya, banyak lulusan yang kesulitan mendapatkan pekerjaan sesuai dengan bidang mereka dan terpaksa mengambil pekerjaan di luar keahlian mereka, bahkan ada yang akhirnya tetap menganggur.
Di sisi lain, beberapa bidang pekerjaan seperti kesehatan dan teknik masih memiliki banyak peluang kerja. Sayangnya, tidak semua lulusan tertarik atau memiliki akses ke jalur pendidikan yang mengarah ke profesi tersebut.
Untuk mengatasi masalah ini, ada beberapa langkah yang bisa diambil. Pertama, penting bagi dunia pendidikan untuk lebih menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan industri. Program magang dan pelatihan keterampilan harus lebih banyak tersedia agar lulusan memiliki pengalaman yang dibutuhkan di dunia kerja.
Selain itu, kesadaran akan pilihan karier juga perlu diperluas. Tidak semua kesuksesan harus diraih melalui gelar sarjana. Jalur lain seperti keterampilan teknis dan vokasi, seperti menjadi teknisi listrik atau tukang ledeng, bisa menawarkan peluang kerja yang lebih stabil dan menjanjikan.
Terakhir, pemerintah dan perusahaan perlu bekerja sama untuk menciptakan lebih banyak peluang kerja yang bisa diakses oleh anak muda. Dukungan berupa subsidi transportasi, bantuan biaya pelatihan, atau program kerja bagi lulusan baru bisa membantu mengurangi jumlah pengangguran di kalangan Gen Z.