Penjualan Barang Mewah di China Anjlok, Hermes dan Chanel Termasuk?
- Istimewa
Jakarta, VIVA – Sejumlah merek mewah dunia mulai mengubah strategi pemasaran mereka di pasar China. Mereka, tak lagi fokus pada konsumen superkaya, tetapi kini mereka mulai menyasar kelas menengah, dengan cara menurunkan batas eksklusivitas layanan.
Langkah ini dilakukan menyusul anjloknya penjualan barang mewah di China sepanjang 2024. Data dari Bain & Co mencatat, pasar barang mewah di China turun hingga 20 persen tahun lalu.
Sementara itu, belanja konsumen China untuk barang mewah masih 7 persen lebih rendah dibanding 2023, dan 16 persen di bawah level sebelum pandemi. Fenomena tersebut mendorong merek-merek seperti Louis Vuitton hingga Gucci melakukan penyesuaian.
Beberapa pelanggan dengan belanja tahunan di bawah batas VIC (Very Important Client) kini mulai diundang ke acara privat, yang sebelumnya hanya ditujukan untuk pelanggan eksklusif.
"Meski segmen VIC lebih tahan banting, mereka kini lebih berhati-hati dan mulai mendiversifikasi aset mereka di tengah perlambatan ekonomi," demikian pernyataan analis Bain, seperti dikutip dari The Business Times, Jumat, 25 April 2025.
Ilustrasi orang terkaya/konglomerat.
Menurut dia, kondisi ekonomi China yang melambat membuat masyarakat lebih hati-hati dalam membelanjakan uangnya, termasuk untuk barang-barang mewah. Sejalan dengan pendapat Lisa Hu dari AlixPartners, yang menyebutkan, bahwa kalangan kelas menengah memilih menahan pengeluaran karena kekhawatiran terhadap ketidakpastian pekerjaan dan nilai aset.
Sementara itu, Bank Sentral China mencatat rekor tabungan baru sebesar 17,99 triliun yuan pada 2024. Angka tersebut memperlihatkan preferensi masyarakat untuk menyimpan dana dibanding konsumsi barang mewah.
Tekanan terhadap penjualan juga tercermin dari kinerja merek besar. Penjualan Cartier dan Van Cleef & Arpels di China, yang anjlok 18 persen pada kuartal IV 2024. Penurunan tajam terjadi pada segmen jam tangan dan perhiasan, masing-masing sebesar 33 persen dan 30 persen. Adapun, penjualan tas kulit merosot 25 persen, sementara pakaian dan aksesori turun 20 persen.
Meski begitu, Hermès dan Chanel mencatat performa yang lebih stabil. Hermès membukukan pertumbuhan global 14,7 persen, meski pertumbuhan di Asia-Pasifik melambat dari 19 persen menjadi 7 persen. Alhasil, beberapa merek mulai memperluas pasar ke kota-kota lapis kedua dan ketiga, seperti Coach yang membuka toko di Daqing dan Baoji.