Mendag Targetkan Perjanjian Dagang RI dan Uni Eropa Rampung Tahun Ini

Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anisa Aulia

Jakarta, VIVA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkapkan, Perundingan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (Indonesia-EU CEPA) dan Indonesia-Eurasian Economic Union Free Trade Area (I-EAEU FTA), ditargetkan rampung pada 2025.

Iran Jengkel Uni Eropa Takut Kecam Israel: Berhentilah Membela Agresor

Menteri Perdagangan, Budi Santoso mengatakan rampungnya kedua perjanjian krusial ini akan membuka dan meningkatkan akses pasar ke Eropa dan Eurasia.

“Perundingan Indonesia-EU CEPA dan Indonesia-EAEU FTA yang menunjukkan kemajuan signifikan ini menjadi kabar baik bagi Indonesia di tengah ketidakpastian perdagangan global. Kami menargetkan kedua perjanjian selesai tahun ini. Kementerian Perdagangan yang menjadi lead dalam negosiasi ini akan memastikan penyelesaian perundingan agar manfaatnya dapat dirasakan para pelaku usaha dan masyarakat pada umumnya,” ujar Budi, dalam keterangannya Selasa, 10 Juni 2025.

Permudah Investasi Uni Eropa Masuk RI, Rosan Bentuk EU Desk

Bendera Uni Eropa.

Photo :
  • Pixabay

Adapun perundingan Indonesia-EU CEPA diluncurkan pada 18 Juli 2016. Putaran telah berlangsung sembilan tahun dengan putaran ke-19 yang telah terlaksana pada 1--5 Juli 2024 di Bogor, Jawa Barat. 

Anindya Bakrie Sebut 80% Tarif Ekspor RI ke Uni Eropa Bakal Dihapus via IEU-CEPA

Sementara itu, Perundingan Indonesia-EAEU FTA diluncurkan pada 5 Desember 2022 dengan putaran ke-4 yang telah dilaksanakan pada 18--20 Maret 2024 di Yerevan, Armenia.

Budi melanjutkan, Indonesia-EU CEPA dan Indonesia-EAEU FTA akan memberi Indonesia keunggulan kompetitif dibanding negara-negara lain dan membuka jalan bagi pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. 

“Melalui Indonesia-EU CEPA dan Indonesia-EAEU FTA, akses pasar produk-produk unggulan Indonesia dengan pasar yang besar ke wilayah Uni Eropa dan Uni Ekonomi Eurasia akan semakin meningkat. Kedua perjanjian juga berpotensi mendiversifikasi pasar ekspor Indonesia dan menjadi alternatif bagi produk yang terdampak kebijakan tarif Amerika Serikat,” jelasnya.

Budi menjelaskan, kedua perjanjian yang ditergetkan rampung pada tahuh ini akan fokus pada produk manufaktur padat karya, pertanian, dan perikanan. 

“Indonesia-EU CEPA dan Indonesia-EAEU FTA akan menurunkan hambatan tarif dan nontarif untuk sejumlah produk ekspor Indonesia, seperti kelapa sawit, hasil pertanian, tekstil, dan elektronik sehingga dapat lebih bersaing,” terangnya.

Dia menilai, kedua perjanjian ini akan membuka akses pasar bagi produk unggulan Indonesia ke wilayah berpopulasi gabungan lebih dari 600 juta jiwa dengan daya beli relatif tinggi. Uni Eropa terdiri atas 27 negara dengan hampir 450 juta jiwa, sementara Uni Ekonomi Eurasia memiliki 5 negara anggota dengan populasi 183 juta jiwa.

“Keuntungan terbesar adalah meningkatnya peluang produk Indonesia untuk masuk ke pasar Uni Eropa dan Uni Ekonomi Eurasia. Artinya, akses pasar terbuka ke lebih dari 600 juta orang atau sekitar 8 persen penduduk dunia,” tambahnya. 

Selain itu, Budi mengatakan bahwa kedua perjanjian tersebut bersifat komprehensif dan inklusif. Isu-isunya mencakup investasi; usaha mikro kecil, dan menengah (UMKM); dan keberlanjutan. 

Ia juga berharap, investasi ke Indonesia di sektor industri dengan teknologi maju akan meningkat melalui kedua perjanjian tersebut. Investasi akan berkontribusi signifikan pada daya saing, perkembangan teknologi di industri domestik, hilirisasi, dan peningkatan nilai tambah produk ekspor Indonesia.

“Kedua perjanjian juga dapat mendukung ekspor UMKM Indonesia dalam program prioritas Kementerian Perdagangan RI, yaitu UMKM Berani Inovasi, Siap Adaptasi (BISA) Ekspor. Kemendag RI melalui perwakilan perdagangan di luar negeri akan memberikan asistensi langsung kepada UMKM untuk menembus pasar internasional,” katanya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag RI Djatmiko Bris Witjaksono menyatakan, kerja sama dengan Uni Eropa dan Uni Ekonomi Eurasia dirancang untuk saling mendukung dengan sejumlah elemen yang komplementer. Sebagai contoh, perjanjian dengan Uni Eropa salah satu aspeknya adalah memastikan keseimbangan kebijakan perlindungan lingkungan dengan kegiatan perdagangan.

"Kami berharap, dua perjanjian ini dapat meningkatkan kesejahteraan, menciptakan lapangan kerja baru, mempromosikan pembangunan berkelanjutan, serta menarik investasi di berbagai sektor,” ujar Djatmiko.

Sebagai informasi, pada 2024, total perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa mencapai US$30,1 miliar. Ekspor Indonesia ke Uni Eropa tercatat US$17,3 miliar atau naik 4,01 persen dari tahun sebelumnya. 

Sementara itu, impor Indonesia dari Uni Eropa sebesar US$12,8 miliar, turun 9,1 persen dari tahun sebelumnya. Indonesia mencatatkan surplus terhadap Uni Eropa sebesar US$4,5 miliar. Kemudian, pada tahun yang sama, perdagangan Indonesia dengan Uni Ekonomi Eurasia tercatat US$4,1 miliar. 

Adapun untuk ekspor Indonesia ke Uni Ekonomi Eurasia tercatat sebesar US$1,5 miliar, naik 36 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan, impor Indonesia dari Uni Ekonomi Eurasia tercatat sebesar US$2,4 miliar, turun 4 persen dari tahun sebelumnya. Indonesia defisit terhadap Uni Ekonomi Eurasia sebesar US$1,1 miliar.

“Kami juga berharap, peningkatan akses pasar ke Uni Ekonomi Eurasia dapat mengurangi defisit dan menguntungkan neraca perdagangan Indonesia. Semua pihak dapat berkontribusi pada peningkatan hubungan ekonomi Indonesia dengan Uni Eropa dan Uni Ekonomi Eurasia melalui ekspor dan investasi," imbuhnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya