10 Negara Paling Buruk Bagi Pebisnis
Minggu, 14 Desember 2014 - 09:43 WIB
Sumber :
- REUTERS/Esam Omran Al-Fetori
VIVAnews
- Menyiapkan dan menjalankan bisnis pada saat tertentu bisa menimbulkan stres. Keadaan atau masalah ekstrim seperti perang, korupsi endemik, atau angka kemiskinan yang tinggi sudah cukup untuk menjadi hambatan bagi pengusaha paling handal sekalipun.
Berikut ini merupakan negara-negara yang dinilai paling sulit untuk berbisnis, seperti dilansir
CNBC,
Minggu 14 Desember 2014.
Haiti
Pernah hancur setelah dihantam gempa pada Januari 2010, Haiti merupakan salah satu negara termiskin di dunia. Laporan Bank Dunia menyebut pendapatan nasional bruto (PNB) hanya sebesar US$810 (setara Rp10,2 juta) per kapita. Bandingkan dengan PNB Amerika Serikat yang mencapai US$53.670 (setara Rp677,6 juta) per kapita.
Dalam iklim berbisnis, Bank Dunia menempatkan Haiti pada peringkat ketiga terburuk di dunia untuk melindungi kepentingan minoritas investor dan juga dinilai amat minim akses terhadap kredit serta kemudahan perizinan properti.
Meski begitu, masih ada beberapa harapan untuk perbaikan. Pada tahun 2011, perusahaan investasi AS dan pemerintah Spanyol berkerja sama membentuk lembaga pembiayaan untuk meningkatkan ketersediaan pinjaman bagi usaha kecil dan menengah di negara ini. Kerja sama ini disetujui akan berjalan selama 12 tahun.
Angola
suatu negara bekas koloni Portugis. Angola merupakan salah satu produsen minyak terbesar di benua Afrika.
Meski demikian, Angola juga merupakan salah satu negara termiskin di planet ini. Menurut Bank Dunia, PNB Angola US$5.010 (setara Rp63,2 juta) dan indeks harapan hidup hanya mencapai level 51 pada tahun 2012.
Dalam laporan bertajuk Doing Business 2015 yang dirilis Bank Dunia, Angola dinilai sebagai negara ketiga terburuk di dunia untuk kategori menjalankan kontrak. Negara ini juga dinilai buruk dalam hal akses kredit.
Venezuela
Dengan PNB US$12.550 (setara Rp158,4 juta), Venezuela dikategorikan oleh Bank Dunia sebagai negara dengan tingkat pendapatan menengah ke atas. Negara sosialis ini kayak akan sumber daya alam seperti gas, emas, berlian, dan cadangan minyak mentah yang diperkirakan sekitar 298 miliar barel.
Tapi, negara Amerika Latin ini mendapat peringkat buruk dalam hal kemudahan berbisnis dilihat dari kategori tarif pajak.
Afganistan
Negara ini menderita setelah mengalami konflik berdarah dan berkepanjang selama 13 tahun. Keamanan menjadi kerpihatinan besar bagi para pebisnis dan warga negara Afganistan.
Meski menempati peringkat ke-24 untuk kemudahan berbisnis, suatu posisi yang sangat tinggi, namun negara ini dinilai masih buruk dalam perlindungan terhadap investor. Afganistan juga dinilai buruk aktivitas perdagangan lintas batas dan penegakan kontrak.
Survei yang dilakukan Kamar Dagang dan Industri Afghanistan pada Juli 2014 menemukan bahwa pertimbangan keamanan merupakan faktor yang paling penting untuk pengembangan usaha. Faktor lainnya adalah pangsa pasar kecil, permintaan lemah, infrastruktur buruk, biaya administrasi, dan kurangnya akses keuangan.
Kongo
Meski dianugerahi dengan kekayaan sumber daya alam, namun Republik Demokratik Kongo telah dilanda perang saudara. Menurut PBB, sekitar 2,7 juta orang hidup "terlantar" di negeri ini, karena konflik bersenjata yang berlangsung di wilayah timurnya.
Kongo menjadi salah satu negara terburuk di dunia untuk melakukan bisnis, peringkatnya paling buruk untuk tiga kategori yaitu penyelesaian kebangkrutan, akses listrik, dan penegakan kontrak.
Chad
Diapit oleh Libya di sebelah utara dan sudan di sebelah timur, chad merupakan salah satu negara termiskin di dunia. Menurut Bank Dunia, PNB Chad sebesar US$1.020 (setara Rp12,8 juta) per kapita pada tahun 2013 dan indeks harapan hidup di level 51 tahun 2012.
Negara ini adalah yang terburuk kelima di dunia untuk kategori memulai bisnis dan peringkat terburuk kedelapan untuk kategori perdagangan lintas perbatasan.
Sudan Selatan
Sebagai negara yang baru didirikan pada tahun 2011, Sudan Selatan masih labil. Negara yang mendapatan kemerdekaan dari Sudan setelah melalui proses referendum ini menempati urutan ketiga terburuk di dunia untuk kategori perdagangan lintas perbatasan.
Akses listrik dan perizinan properti juga merupakan masalah yang amat menghambat bagi para pengusaha.
Menurut Departemen Luar Negeri AS, sebagian kecil bisnis di Sudan Selatan bergerak disektor informal, di mana undang-undang dan peraturan ketenagakerjaan secara luas diabaikan.
Baca Juga :
Fakta Menarik Lagu Apt Rose BLACKPINK dan Bruno Mars, Dicekal di Korea hingga Disebut Plagiat
Sejak memperoleh kemerdekaan dari Perancis pada tahun 1960, Republik Afrika tengah telah berjuang melewati kediktatoran, kudeta, dan konflik.
Perang saudara yang baru-baru ini terjadi di negara itu telah menimbulkan ribuan korban tewas. Bank Dunia menyebut ekonomi negara ini menyusut hingga 36 persen pada tahun 2013.
Negara ini menempati urutan keempat paling buruk untuk kategori akses listrik dan ketiga terburuk pada kategori kemudahan memulai bisnis.
Libya
Tiga tahun setelah penggulingan dan kematian Kolonel Muammar Khadafi, Libya masih berjuang untuk stabilitas.
Negara yang kaya minyak dan gas ini menempati urutan terbawah untuk proses izin konstruksi dan kedua terburuk untuk perlindungan terhadap investor.
Perang saudara masih berlangsung sengit di Libya dan situasi keamanan kian memburuk. PBB menyatakan bahwa lebih dari 100.000 warga Libya mengungsi akibat pertempuran saat ini.
Eritrea
Dengan PNB hanya US$490 per kapita (setara Rp6,1 juta), eritrea dikategorikan oleh Bank Dunia sebagai salah satu negara berkembang. Sekitar dua pertiga warga Eritrea tinggal di daerah pedesaan.
Negara yang telah dikritik karena maraknya kasus pembunuhan, penyiksaan, dan kurangnya keterbukaan ini, menempati urutan terakhir untuk kategori urusan perizinan mendirikan bangunan dan terburuk untuk kategori akses kredit.
Halaman Selanjutnya
Tiga tahun setelah penggulingan dan kematian Kolonel Muammar Khadafi, Libya masih berjuang untuk stabilitas.