Sinyal Buruk dari Timnas di Piala AFF dan PSSI yang Tak Belajar

Latihan Timnas Indonesia Jelang Piala AFF 2018
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA – "Saya melihat kebiasaan sepakbola Indonesia sangat buruk. Demi mengembangkan sepakbola di Indonesia, kompetisi harus dibenahi." Begitu komentar mantan pelatih Timnas Indonesia, Alfred Riedl, terkait kegagalan Pasukan Garuda di Piala AFF 2014.

Ini Live Streaming Timnas Indonesia U-23 Vs Korea Selatan di Perempat Final Piala Asia

Memalukan memang. Di Piala AFF 2014, Indonesia tampil tak bertaji. Mereka tak lolos grup dan yang paling parah adalah ketika dibantai Filipina, 1-4.

Apa penyebabnya? Bagi Riedl adalah jadwal kompetisi yang karut marut. 2014, kompetisi berakhir kurang dari sebulan sebelum Piala AFF bergulir. Ya, jika dihitung, cuma dua pekan Indonesia punya persiapan secara baik untuk berkiprah di Piala AFF.

PSSI Buka Suara soal Nilai Kontrak Shin Tae-yong di Timnas Indonesia hingga 2027

Meski komposisi pemain terbilang cukup ideal, tapi kebugaran mereka dipertanyakan. Benar saja, ketika merumput di Filipina, Indonesia hancur lebur. Terlihat sekali, fisik para pemain sudah terkuras di kompetisi.

Pemain Indonesia rayakan gol Evan Dimas di Piala AFF 2014

Media Asing Beri Julukan untuk Timnas Indonesia U-23: Tim Pengacau

Bergeser ke 2016. Lagi-lagi, ada bentrok antara kepentingan Timnas dengan kompetisi.

Namun, pada 2016, kompetisi tak resmi di bawah naungan PSSI. Sebab, kompetisi saat itu adalah Indonesia Soccer Championship yang merupakan pengisi kekosongan.

Dan sudah seharusnya klub tak menahan pemainnya pergi ke Timnas. Tapi, pada akhirnya muncul gentlement agreement antara klub dengan Timnas, maksimal dua pemain yang bisa dipakai.

Sinyal buruk, tapi prestasi Indonesia justru jauh lebih baik ketimbang 2014. Timnas mampu melaju ke final. Ada harapan juga yang muncul, Indonesia juara karena menang 2-1 di leg 1 atas Thailand.

Sialnya, pada pertemuan kedua di Rajamangala Stadium, Indonesia harus mengakui keunggulan Thailand, 0-2.

Striker tim nasional Thailand, Siroch Chatthong

Polemik yang sama kembali terulang di 2018 ini. Kompetisi berlangsung saat Indonesia harus tampil di Piala AFF. Beda dengan 2016, kompetisi kali ini resmi di bawah PSSI.

Direktur Operasional PT Liga Indonesia Baru selaku operator Liga 1, Tigorshalom Boboy, dalam Rapat Umum Pemegang Saham LIB pada Maret 2018 lalu, menyatakan pihaknya memang sudah memperhitungkan adanya tabrakan antara kompetisi dan kepentingan Indonesia di Piala AFF.

Namun, Tigor menuturkan, PSSI sudah memberikan lampu hijau kompetisi digelar berbenturan dengan Piala AFF.

Yang terjadi adalah rebutan pemain. Beberapa klub merasa berhak memakai jasa mereka karena sudah memberikan kontrak dan gaji.

Tapi, PSSI kali ini juga bersikap lebih tegas. Pemain harus dilepas ke Timnas. Ya, mau tak mau klub akhirnya melepas pemainnya ke Timnas, meski beberapa klub macam Sriwijaya sudah melontarkan surat peminjaman.

"Terima kasih kepada teman-teman klub yang rela melepas pemain ke Timnas dalam situasi yang sulit," kata Wakil Ketua Umum PSSI, Joko Driyono.

Joko menuturkan, PSSI sadar akan adanya bentrokan antara Piala AFF dengan kompetisi.

"Kami merencanakan Liga 1 berlangsung di Januari atau Februari 2018. Tapi, baru mulai April. Terlebih, ada agenda seperti Piala Dunia, Asian Games, dan berbagai turnamen lain. Tidak mudah juga buat tim nasional dan liga," jelas Joko.

"Siklus AFF ini dua tahunan dan mirip dengan 2014. Ketika itu, Asian Games berlangsung, SEA Games juga, dan Timnas punya masalah yang tak mudah. Bukannya kami tak tahu ideal kompetisi yang selesai sebelum Piala AFF. Tapi, 2018 ini situasi sulit untuk dihindari," lanjutnya.

Kompetisi lain di Asia Tenggara, sejatinya sudah selesai sejak Agustus atau Oktober 2018 lalu. Thailand contohnya, kompetisi mereka sudah selesai sejak Oktober 2018. Pun dengan Singapura dan Vietnam.

Bisa disimpulkan, masalah jadwal kompetisi dan bentrokan dengan kepentingan Timnas memang menjadi penyakit yang muncul dari tahun ke tahun.

Problem Pelatih

Parahnya lagi adalah soal penunjukan pelatih. Dari setiap gelaran Piala AFF, penunjukan pelatih Timnas juga terbilang mepet.

Pada 2018 ini menjadi yang terparah. Sebab, saat Piala AFF mau bergulir sekitar sebulan lagi, pelatih masih belum jelas.

Drama Luis Milla Aspas berlangsung panjang. Tapi, pada akhirnya kekecewaan yang muncul. Publik merasa dibohongi karena kontrak Milla nyatanya tak diperpanjang oleh PSSI.

Justru, Bima Sakti Tukiman yang ditunjuk oleh PSSI. Penunjukan Bima menimbulkan banyak pertanyaan. Sebab, Bima minim pengalaman dalam urusan kepelatihan.

Kemapanan dan ketenangan Bima diuji saat Indonesia berhadapan dengan Singapura, 9 November 2018. Benar saja, Bima tak bisa memberikan solusi ketika Indonesia tampil deadlock.

Pemain Singapura merayakan gol ke gawang Timnas Indonesia

Tak ada gebrakan yang bisa ditempuhnya dan berujung pada kekalahan Indonesia dari Singapura, 0-1. Sinyal buruk bagi Indonesia. Bukannya mendoakan gagal, tapi mempertimbangkan situasi yang berkembang, berat rasanya Indonesia jadi juara. Sebab, prestasi tak bisa diraih dengan instan.

"Tidak bisa, jelang dua atau tiga bulan turnamen digelar, pelatih baru ditunjuk," begitu kata Indra Sjafri terkait pembinaan sepakbola di Indonesia.

Benar memang apa kata Indra, perlu ada pelatih yang berkonsentrasi penuh menyiapkan Timnas di berbagai level. Persiapan matang, disertai dengan dukungan dari federasi, bisa saja berbuah manis.

Tinggal, kini PSSI harus memecahkan masalah pelik yang selalu muncul jelang gelaran macam Piala AFF. Dua masalah yang kerap ada, jadwal kompetisi dan penunjukan pelatih, sudah seharusnya tak boleh lagi berulang di masa mendatang.

"2020 nanti, kami yakin bisa diatur dengan baik," terang Joko. (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya