Tiang Pembawa Sial dan Luka 1984 Roma ke Liverpool

Pertandingan Liverpool kontra AS Roma di ajang Piala Champions 1983/1984
Sumber :
  • Wikipedia

VIVA – Mungkin, sebagian dari Anda kecewa dengan hasil undian semifinal Liga Champions, yang mempertemukan dua raksasa lebih dini. Ya, bisa jadi, sebagian dari Anda berpikir, "mengapa terlalu dini partai final antara Bayern Munich versus Real Madrid tercipta?"

Liverpool Sudah Temuka Pengganti Juergen Klopp

Tak salah. Itu opini Anda. Tapi sebenarnya, ditinjau lebih jauh, hasil undian semifinal menyajikan sebuah cerita menarik yang membuat kita penasaran tentang seperti apa ujung dari Liga Champions musim ini.

Liverpool versus AS Roma, bisa jadi ini partai yang tak terlalu menarik perhatian. Sebab, keduanya merupakan tim kuda hitam.

Trent Alexander-Arnold Siap Bangkitkan Juara Liverpool

Tunggu dulu, mari melihat lagi lebih jauh. Sebenarnya, duel ini menyajikan sebuah kisah menarik di dalamnya.

Roma baru pertama kali tampil di semifinal Liga Champions, setelah menunggu selama 34 tahun. Ya, terakhir kali Roma menembus semifinal pada Piala Eropa (nama Liga Champions sebelumnya) pada musim 1983/84.

Juergen Klopp: Juara Premier League Butuh Keberuntungan

Bukan hanya lolos semifinal, tetapi mereka mampu melaju ke partai puncak. Dan, di final, mereka harus berduel dengan Liverpool.

Final Piala Eropa 1984 antara Liverpool versus AS Roma

Laga berlangsung sengit kala itu. Liverpool dan Roma sama kuat, 1-1, hingga waktu normal dan perpanjangan berakhir.

Publik Olimpico Stadium, Roma, dibuat jantungan saat itu. Kedua tim harus melakoni babak adu penalti demi menemukan pemenang.

Roma mendapat angin segar, saat sepakan bek Liverpool, Steve Nicol, menerpa mistar gawang. Giliran Roma mengeksekusi penalti pun datang.

Tetapi, terjadi sebuah insiden saat Francesco Graziani hendak maju sebagai eksekutor. Tempatnya langsung direbut oleh sang kapten, Agostino Di Bartolomei, seperti dikuti dari buku Matthew Graham yang berjudul "Liverpool", terbitan 1985.

Beruntung insiden rebutan penalti ini tak berdampak buruk pada eksekusi penalti Bartolomei. Dia tetap mampu menunaikan tugasnya dengan baik.

Eksekutor kedua Liverpool, Phil Neal, berhasil menjalankan tugasnya dengan baik. Dan, kedudukan saat itu jadi imbang.

Petaka bagi Roma dimulai dari sini. Eksekutor kedua mereka, Bruno Conti, gagal menunaikan tugasnya karena bola menerpa mistar gawang.

Liverpool bersorak. Terlebih Graeme Souness berhasil mencetak gol dalam eksekusi ketiga. Di sisi lain, Ubaldo Righetti, juga sukses mengeksekusi penalti ketiga Roma.

Ian Rush maju sebagai eksekutor keempat bagi Liverpool, dan berhasil memperdaya kiper Franco Tancredi.

Di kesempatan berbeda, Francesco Graziani gagal mengeksekusi penalti keempat Roma. Penyebabnya sama. Bola hasil sepakan Graziani menyentuh mistar gawang.

Sepakan striker legendaris Roma, Francesco Graziani, menerpa mistar

Saat mengeksekusi penalti, Graziani memang mendapat sebuah "gangguan". Itu datang dari kiper Liverpool, Bruce Grobbelaar, yang bergerak layaknya cacing kepanasan dan bersiap menahan tendangan.

Graziani begitu yakin bisa menaklukkan Grobbelaar. Tetapi, eksekusinya malah gagal.

Alan Kennedym kemudian maju sebagai eksekutor penentu bagi Liverpool. Dan, Kennedy berhasil menunaikan tugasnya dengan baik. Liverpool pun menyabet gelar Eropa keempatnya.

Masanya memang sudah berbeda, tetapi bukan berarti skuat Roma sekarang lupa akan sejarah kelam tersebut. Pastinya, mereka ingin membalaskan dendam atas sakit hati yang diterima para seniornya.

Di sisi lain, Liverpool sudah tentu ingin menang lagi atas Roma. Mereka tak cuma ingin mengejar kejayaan klub, tapi Liverpool juga menjadi ujung tombak bagi Inggris dalam mengembalikan hegemoni di pentas Eropa.

Tugas yang berat memang bagi Liverpool. Tetapi, lewat dua tugas itu, bukan tak mungkin anak-anak asuh Juergen Klopp tampil menggila di laga kontra Roma nanti.

Sebab, hanya Liga Champions yang bisa jadi harapan mereka untuk meraih gelar di musim ini.

Liverpool dan Roma Itu Klub yang Akur

Sebenarnya, hubungan Liverpool dan Roma terbilang unik. Sebab, kedua klub bisa dikatakan akur.

Musim panas 2017, Liverpool mendapatkan suntikan yang sangat berharga dari Roma. Ya, ketika Roma menjual Mohamed Salah, itu jadi rejeki bagi Liverpool.

Performa Salah menggila. Di musim pertamanya saja, Salah sudah jadi andalan Liverpool di lini depan.

Bintang Liverpool, Mohamed Salah

Sebelum Salah, Liverpool juga sempat memberikan suntikan berharga untuk Roma. Ingat saat The Reds menjual John Arne Riise?

Ketika itu Roma sedang kekurangan bek sayap. Dan, Riise jadi jawaban tepat atas kekurangan Roma itu.

Komentar dari kedua klub usai mendapatkan undian ini juga berbeda dari lainnya. Jika Madrid dan Bayern sesumbar bisa kalahkan satu sama lain, elemen Liverpool atau pun Roma malah saling puji.

"Jika orang menilai hasil undian ini mudah, saya tak bisa menolongnya. Mereka jelas tak melihat dua pertandingan Roma melawan Barcelona," kata Klopp dikutip situs resmi Liverpool.

"Di leg kedua, mereka bermain luar biasa. Apa yang mereka lakukan benar-benar menakjubkan. Peluang mereka menang lebih besar," lanjutnya.

Apa yang diucapkan Klopp tak ada bedanya dengan kapten Roma, Danielle De Rossi. Menurut De Rossi, Liverpool merupakan salah satu kandidat juara.

"Di level ini, Liverpool, Bayern, dan Madrid, adalah tim hebat, luar biasa. Liverpool punya pelatih yang pendekatannya sangat saya kagumi. Kami menghormati mereka, seperti saat jumpa Barca dan Shakhtar Donetsk," ujar De Rossi, dikutip Football Italia.

Pertemuan dengan Roma pun memancing romantisme Salah. Dia merasakan sebuah atmosfer berbeda saat tahu Liverpool harus jumpa Roma.

Entah dilema atau kebahagiaan yang dialami oleh Salah. Sang pemain pun tak tahu pikiran apa yang hinggap.

"Karena, saya cinta fans di sana dan sebaliknya. Roma klub lama saya. Hubungan saya juga sangat baik dengan mereka," terang Salah.

Warna yang menarik dari duel ini. Siapa pun yang menang, patut ditunggu. Sebab, baik Liverpool dan Roma adalah klub yang sama-sama tak diperhitungkan dalam Liga Champions musim ini.

Salah satu dari mereka bisa saja membuat dongeng lagi di Liga Champions, jika mengalahkan tim favorit bertabur bintang di final nanti. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya