Kasus PSG Kembali Dibuka, Aturan FFP Jadi Hantu Klub-klub Elite Eropa

Logo Federasi Sepakbola Uni Eropa (UEFA)
Sumber :
  • Telegraph

VIVA – 2011 menjadi tahu penting untuk Federasi Sepakbola Uni Eropa (UEFA). Mengapa? Pada tahun ini UEFA yang saat itu dipimpin oleh legenda sepakbola Prancis dan Juventus, Michel Platini, menelurkan sebuah regulasi bernama Financial Fair Play (FFP). Pada awalnya, regulasi ini dimaksudkan untuk menyehatkan keuangan klub-klub Eropa, agar tidak ada kesenjangan sosial antara klub elite dan klub papan bawah.

Serie A dan Bundesliga Berpeluang Kirim 5 Wakil ke Liga Champions Musim Depan

Regulasi FFP memaksa setiap klub di Eropa untuk membuat neraca keuangan harus seimbang. Jadi, setiap klub tak lagi bebas belanja pemain lantaran jumlah pemasukan dan pengeluaran harus keuangan klub harus seimbang.

Jika gelontoran dana yang dikeluarkan klub untuk belanja klub terlalu besar, maka siap-siap saja. UEFA akan melakukan investigasi dan menghukum klub tersebut dengan sanksi berat.

Suporter Bayern Munich Dilarang ke Markas Arsenal

Gelandang Manchester City, Bernardo Silva (kanan)

UEFA akan menjatuhkan sanksi kepada klub yang jurnal keuangannya tak seimbang, dengan larangan transfer di musim selanjutnya. Tak hanya itu, sanksi lain bisa saja dijatuhkan, tergantung hasil penyelidikan dan pertimbangan UEFA.

Format Baru Liga Champions, 4 Jatah Tambahan Milik Siapa?

Sanksi yang paling ringan adalah teguran dan peringatak keras. Lalu, ada pula sanksi denda, pengurangan poin, ditundanya pemasukan dari kompetisi yang dibuat UEFA, larangan pendaftaran pemain baru dalam kompetisi UEFA, pembatasan jumlah pemain yang didaftarkan untuk kompetisi UEFA, diskualifikasi dari kompetisi UEFA, hingga pencabutan gelar juara untuk kompetisi UEFA.

Hingga saat ini, memang tak ada keberatan yang dilontarkan klub-klub Eropa terkait regulasi FFP. Namun, sejumlah klub elite Eropa pernah merasakan sanksi yang dijatuhkan UEFA akibat melanggar regulasi ini.

Korban Regulasi

Menurut laporan Marca, klub elite Inggris, Manchester City, pernah merasakan sanksi yang dijatuhkan UEFA akibat melanggar regulasi FFP pada 2014. City dijatuhi denda sebesar £100 juta, atau setara dengan Rp1,9 triliun. Pun dengan PSG yang juga dijatuhi sanksi denda dengan jumlah yang sama.

Para pemain Inter Milan merayakan gol Marcelo Brozovic (kedua dari kanan)

Tak hanya itu, klub papan atas Bulgaria, Levski Sofia, juga pernah merasakan hal yang sama. Tak sekaya City atau PSG, Levski harus membayar denda sebesar €200 juta, atau setara dengan Rp3,3 triliun, akibat melanggar peraturan ini.

Sementara itu, dua klub asal kota Milan, Inter Milan dan AC Milan, juga tak lepas dari jeratan regulasi FFP. Meski saat ini keduanya berhasil lolos dari hukuman, UEFA sempat menjatuhkan sanksi larangan bermain di kompetisi level Eropa kepada Inter dan Milan.

Para pemain AC Milan merayakan gol Patrick Cutrone

Beruntung bagi keduanya. Menurut laporan Corriere dello Sport, Inter pernah menelan kerugian mencapai €18 juta (Rp298,4 miliar) pada musim 2017/2018. Jumlah ini jauh menurun dari musim 2016/2017, sebesar €24 juta (Rp398 miliar), dan musim 2014/2015 saat merugi €140 juta (Rp2,3 triliun). Oleh sebab itu, UEFA pad akhirnya mencabut sanksi buat armada La Beneamata.

Saudara sekota Inter, juga pernah dijatuhi sanksi FFP oleh UEFA. UEFA menjatuhkan sanksi larangan bermain di kompetisi level Eropa kepada Milan selama dua musim, pada Juni 2018 lalu. Akan tetapi sebulan berselang, Milan juga berhasil lolos dari hukuman ini setelah melayangkan banding kepada Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS). 

PSG Kena Lagi

Yang terbaru dan bikin gempar tentunya PSG yang kembali harus berhadapan dengan UEFA. Menurut laporan media Prancis, L'Equipe, manajemen PSG sudah melakukan pengaduan ke CAS, lantaran merasa tak leluasa terus menerus diawasi UEFA. Selain itu, alasan PSG mengadu kepada CAS lantaran terancam dicoret dari keikutsertaan Liga Champions musim ini.

Sanksi kembali mengancam PSG setelah ada dugaan pelanggaran regulasi soal sponsor, terkait kerjasama dengan sebuah perusahaan di Qatar. Hal inilah yang menjadi fokus UEFA untuk kembali menyelediki PSG.

PSG sendiri dikabarkan menuding ada intervensi otoritas sepakbola Spanyol, terkait kembali dibukanya kasus ini. Sebab, otoritas Spanyol kerap melontar kritik pedas kepada manajemen PSG saat memboyong megabintang Brasil, Neymar, dari Barcelona. 

Penyerang Paris Saint-Germain (PSG), Neymar

Transfer Neymar dari Barcelona ke PSG awal musim lalu memang begitu menggemparkan. Bagaimana tidak, PSG mendaratkan Neymar di Parc des Princes dengan dana sebesar €222 juta, atau senilai dengan Rp3,7 triliun. Otoritas sepakbola Spanyol memprediksi bahwa pengeluaran dana PSG untuk mendatangkan Neymar, tak sebanding dengan pemasukannya. Sehingga timbul anggapan, investigasi terhadap PSG harus kembali dilakukan.

Sementara itu, organisasi bernama European Investigative Collaborations (EIC), sebelumnya pernah memberikan keterangan yang mengejutkan. EIC malah menuding bahwa UEFA lah yang justru memiliki andil paling besar atas lolosnya PSG dan City daru jeratan sanksi. Jadi menurut EIC, penyelidikan yang dilakukan UEFA hanyalah kamuflase dan pada akhirnya federasi tersebut akan meloloskan PSG dari sanksi.

"UEFA sudah mengadakan sebuah perjanjian yang sifatnya rahasia dengan Paris Saint-Germain dan Manchester City. Setelah itu, kedua klub itu bisa menipu regulasi Financial Fair Play sendiri, dengan ratusan juta Euro," bunyi pernyataan EIC dikutip Football Italia.

Lalu, bagaimana kelanjutan kasus ini? Apakah UEFA benar-benar tegas untuk mendepak PSG dari Liga Champions musim ini? Dan, apakah investigasi terhadap PSG benar-benar dilakukan UEFA? 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya