Mulia Sekali, Gelandang Mahal Chelsea Peduli Gelandangan Korban Banjir

Gelandang Chelsea, Kai Havertz merayakan gelar Liga Champions.
Sumber :
  • instagram.com/chelseafc

VIVA – Kai Havertz telah melalui banyak hal dalam 11 bulan terakhir sejak dia bergabung dengan Chelsea, tetapi banjir baru-baru ini di negara asalnya Jerman, dia telah menempatkan diri menjadi seseorang yang peduli terhadap sesama.

Sindir Heru Budi, Ketua DPRD: Siapapun Pj Gubernurnya Kalau Gak Radikal Ya Jakarta Tetap Banjir

Meninggalkan tanah kelahirannya untuk bergabung dengan The Blues seharga 71 juta poundsterling membuat dia dibebani ekspetasi tinggi. Terlebih, Havertz berpindah tim di masa pandemi, dikritik karena penampilan kurang memuaskan, dan kemudian terkena virus Corona menjadikannya awal yang sulit dalam adaptasinya dengan sepakbola Inggris.

Namun, Havertz menyelesaikan musim perdananya bersama Chelsea dengan gemilang usai menciptakan gol penentu kemenangan saat The Blues mengalahkan Manchester City di final Liga Champions.

Leandro Trossard Menyela Ben White dengan Tegas, Akhiri Perdebatan Tentang Bintang Arsenal

“Saya pikir, itu adalah tahun yang aneh bagi kita semua, dan bagi saya secara pribadi juga. Saya pindah ke negara lain, ke klub lain, dan ya, semuanya baru,” katanya kepada BBC Sport, Jumat 20 Agustus 2021.

“Tapi, saya pikir bagaimana tahun ini berakhir secara pribadi dan sebagai tim, itu membantu. Sekarang, saya terbiasa dengan liga, saya terbiasa dengan para pemain, dan semua orang, dan saya pikir tahun ini akan lebih baik lagi," ujarnya

Pengakuan Pochettino Usai Chelsea Dibantai Arsenal

"Mungkin saya belajar darinya juga, dan saya tumbuh sebagai pemain sepakbola, sebagai pribadi dan itu selalu yang paling penting," ucapnya.

"Jadi, ya, itu adalah waktu yang sulit, tetapi ketika kita berbicara tentang banjir, orang lain memiliki waktu yang lebih sulit daripada saya," ungkapnya.

Kemudian pada bulan Juli, setelah tersingkirnya Jerman dari Euro 2020 di tangan Inggris, Havertz mengambil liburan yang layak bersama keluarganya dan tidak terlalu memikirkan panggilan telepon dari ayahnya, yang sedang kembali ke rumah dan mengatakan telah terjadi "hujan deras selama tiga atau empat hari".

"Sejujurnya saya tidak menganggap serius apa yang dia katakan karena terkadang itu terjadi. Tapi, kemudian dia mengirimi kami video dan gambar," kata pemain berusia 22 tahun itu.

"Itu Mengerikan. Anda bisa melihat semuanya kebanjiran, mobil-mobil terapung-apung, ada orang-orang di air. Sulit, karena saya tinggal mungkin 20 menit dari tempat kejadian. Maksudku, saya besar di sana," ucapnya

Pada awalnya, Havertz, yang berasal dari kota Aachen di Rhine-Westphalia Utara, mengatakan, dia membuat kesalahan dengan berpikir bahwa hal semacam ini terjadi pada orang-orang yang jauh. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan, tetapi dalam beberapa hari belakangan ini menyadari bahwa dia ingin membuat perbedaan.

Makanya, dia bersama keluarganya untuk duduk dan mencoba mencari tahu cara terbaik untuk membantu Palang Merah Jerman, yang sebulan setelah musibah banjir, masih melayani 10.000 makanan hangat per hari untuk ribuan orang yang hidup tanpa listrik dan air di seluruh negeri.

Selain sumbangan 200.000 euro, Havertz datang dengan ide untuk memberikan 100 pasang sepatu sepakbola yang dirancang khusus, yang akan dijual dan dilelang untuk mengumpulkan dana. Havertz akan mengenakan sepasang sepatu itu saat Chelsea menghadapi Arsenal di Premier League musim ini, pada Minggu 22 Agustus 2021.

"Kami hanya ingin mengumpulkan uang dengan itu, sehingga orang dapat membeli sepatu, dan sepatu mungkin merupakan simbol dukungan saya dan rasa hormat saya kepada orang-orang yang kehilangan segalanya," katanya.

Banjir mungkin terjadi beberapa minggu yang lalu, tetapi mantan pemain Bayer Leverkusen itu mengajak, seluruh pihak untuk meningkatkan kesadaran tentang kepedulian terhadap sesama, termasuk dengan orang-orang yang tidak mempunyai.

"Mungkin semua orang sudah lupa. Keluarga saya tinggal di daerah itu dan kami tahu ada begitu banyak gelandangan. Mereka kehilangan segalanya dan tidak punya tempat untuk tidur, atau ada rumah tanpa listrik dan orang-orang yang tidak punya makanan atau pakaian," ungkapnya.

"Jadi, saya pikir saat ini masih waktu yang tepat untuk membantu. Mereka masih memiliki banyak masalah," tegasnya

Havertz mengatakan kehancuran di Jerman juga mendorongnya untuk belajar lebih banyak tentang perubahan iklim.

Banjir dan gelombang panas baru-baru ini di seluruh Eropa telah membawa masalah ini ke puncak agenda berita. Pekan lalu, PBB merilis sebuah laporan yang mengatakan bahwa manusia mengubah iklim dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya dan terkadang tidak dapat diubah.

"Saya seorang pria yang mencintai alam dan yang mencintai binatang," kata Havertz, yang telah membeli seekor anjing sejak dia datang ke Inggris dan memiliki suaka keledai di Jerman.

"Saya ingin belajar banyak tentang perubahan iklim dalam beberapa tahun ke depan, karena saya pikir kita adalah manusia dan kita dapat mengubahnya," tegasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya