Layanan Data Naik tapi Pendapatan Operator Telko Tidak

Menara BTS milik XL Axiata.
Sumber :
  • Dok.XL

VIVA – Layanan data di Indonesia sejatinya terus berkembang secara signifikan. Namun sayang, perkembangan ini tak berdampak linear pada peningkatakan pendapatan operator. Hal inilah yang disebut dengan efek gunting.

Indonesia Diminta Belajar dari Inggris dan Turki

Vice President Next Generation Network PT Telkomsel, Ivan Cahya Permana mengaku khawatir. Sebab, dalam catatannya tahun ini data tumbuh 126 persen sedangkan pendapatan hanya tumbuh 26 persen. 

"Efek yang dikhawatirkan sudah terjadi. Kalau terus seperti ini, semua operator sulit bertahan. Saat ini yang dibutuhkan adalah kapasitas transmisi yang lebih banyak lagi," ujar Ivan dalam keterangannya di Balai Kartini, Jakarta, Kamis 15 Maret 2018.

Pemimpin Pasar Telekomunikasi Global Dukung Ekonomi Digital Indonesia

Operator Tri pun mempersoalkan efek gunting yang masih terjadi. Tahun lalu, kata Wakil Direktur Utama Hutchison 3 Indonesia, M. Danny Buldansyah, trafik tumbuh 200 persen, tapi pendapatan tak linear dengan peningkatan trafik.

 "Sekarang bagaimana meningkatkan penetrasi dan coverage dibantu Palapa Ring,” ujarnya.

Jaksa Ungkap Chat Terdakwa Korupsi BTS Singgung Setoran Rp 40 Miliar ke Oknum BPK

Test Drive Jaringan Telekomunikasi di Makassar

Menanggapi soal efek gunting, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara menegaskan dia selalu menyampaikan soal floor price policy

"Saya orang yang pro kompetisi. Tapi saya ingatkan konsumen jangan ingin murah. Uang untuk pelihara jaringan dari mana? Masyarakat pun harus diedukasi. Dari mana uang operator kalau kita selalu pengen murah,” katanya. 

Dia menjelaskan, semua pemain harus siap menghadapi fase berikutnya dari era layanan data ini. Bahkan, menurutnya perkembangan layanan data di Tanah Air sebenarnya tergolong cepat. 

“Desember 2015 kita meluncurkan layanan 4G. Dalam dua tahun tiga bulan, sudah 62.000 eNode dibangun. Tidak gampang, tapi bisa tumbuh dua ribu dalam 2 tahun, atau 800 hari. Tapi memang masih ada daerah yang bolong karena mahalnya backbone dan transmisi,” jelasnya.

Hal tersebut diamini Presiden Direktur Smartfren, Merza Fachys. Menurutnya, transmisi memang merupakan backbone utama layanan. Ke depan, tantangannya pun semakin besar karena trafik akan bermuara di internet. Juga hambatan di daerah akan menjadi kendala.

“Perlu harmonisasi pusat dan daerah agar semuanya running. Tidak ada pipanya bagaimana layanan bisa jalan.” katanya.

Selanjutnya, bicara soal Palapa Ring, Rudiantara mengaku di kawasan Barat sudah selesai. Sementara Tengah baru 5 persen dan Timur sudah 40 persen. 

Ilustrasi Palapa Ring

XL pun mengaku tengah menggenjot layanan. Saat ini, mereka, tengah mengembangkan jaringan di luar Jawa dan menyambungkan backbone dengan Palapa Ring. 

“Tapi XL pun meminta bantuan dan support dari pemerintah dalam membangun fiber optik,” ujar Group Head LTE XL Axiata, Rahmadi Mulyo Hartono.

Indosat pun menyambut baik Palapa Ring. Operator ini pun mengaku membutuhkan backbone di luar Jawa. 

“Problem utama roll out di luar Jawa, backbone yang mahal dan sangat terbatas,” kata Group Head Government Relation Indosat Ooredoo, Fajar Aji Suryawan.

Terkait isu 5G di event Asia Games, Rudiantara mengaku belum pernah membuat pernyataan resmi. 

“5G ditunggu. Buat yang ingin melakukan user experience, mau operator yang mana tidak ada masalah. Kalau itu uji coba maka tidak ada BHP frekuensi," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya