Teknologi 5G Datang, Serangan Bakal Makin Merajalela

Pengamat siber Pratama Persada
Sumber :
  • CISSReC

VIVA.co.id – Kementerian Komunikasi dan Informatika sudah mulai merencanakan penggunaan teknologi 5G di Indonesia pada 2020. Di samping akses internet yang lebih cepat, 5G akan makin memudahkan berbagai aktivitas seperti, transaksi ekonomi digital, e-commerce, internet of things (IoT), big data, dan smart city.

Indonesia Mendapat 97 Ribu Serangan

Menanggapi hal itu, pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan industri-industri baru akan bermunculan dari hadirnya teknologi 5G.

“Ini sekaligus membuka inovasi dan potensi yang jauh lebih luas. Namun jangan lupakan aspek keamanannya, berbagai inovasi dan kreativitas baru membutuhkan inovasi dan model pengamanan yang baru juga,” ujar Pratama dalam keterangannya, Senin, 1 Mei 2017.

Angkatan Udara Kebobolan, Percakapan 4 Perwira Tinggi Berhasil Disadap di Singapura

Pratama menuturkan, teknologi 5G tidak berbeda dengan teknologi sebelumnya yang mana tetap menjadi peluang bagi peretas jahat untuk memanfaatkan kelengahan pengguna. Maka diperlukan inovasi dari industri keamanan siber agar kelemahan tersebut dapat tertutup sekaligus melindungi pengguna.

“Serangan DDoS adalah salah satu yang diprediksi akan meningkat karena penggunaan jaringan 5G. Serangan yang tadinya hanya dilakukan dengan menggunakan bandwidth yang terbatas, dengan adanya 5G, ukuran serangan tersebut akan menjadi berkali lipat,” jelas Ketua Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) itu.

Kementerian dan Lembaga Diserang Hacker

Bahkan, kata dia, hanya dengan menggunakan jaringan rumahan atau perangkat handphone, seorang peretas dapat melakukan serangan DDoS dengan jumlah yang sangat besar.

“Industri-industri dengan tingkat kerawanan yang tinggi seperti perbankan, harus benar-benar mengantisipasi serangan DDoS ini jika tidak ingin mengalami kerugian yang sangat besar dikarenakan sistem informasi yang digunakan lumpuh,” ujar dia.

Pakar telik sandi itu menuturkan, dari segi kejahatan siber adanya 5G juga memungkinkan peretas untuk meningkatkan anonimitas, sehingga makin menyulitkan pihak berwajib untuk mengatasi dan menemukan pelaku kejahatan siber. Sebab, tingginya tingkat keterhubungan perangkat dalam 5G, memungkinkan peretas untuk membuat jaringan yang sulit untuk dilacak.

“Perangkat internet of things yang terhubung satu sama lain juga jadi aspek perhatian lainnya. Jika satu perangkat saja sudah terekspos atau teretas, maka dapat berdampak pada perangkat lain yang saling terhubung,” jelasnya.

Perlindungan data pribadi

Dari segi keamanan pengguna, menurut Pratama, privasi merupakan salah satu aspek yang harus menjadi perhatian. Ini menjadi tantangan yang penting dalam teknologi 5G untuk memastikan perlindungan data pribadi pengguna benar-benar aman.

“Perlindungan data pribadi ini terlihat sepele, padahal nyatanya tidak. Padahal berhubungan dengan aspek lainnya yang menggunakan 5G,” ujarnya.

Misalnya, smart city yang menyimpan banyak informasi di ruang-ruang publik. Informasi ini dapat disalahgunakan atau dimodifikasi oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Maka peretas hanya dengan bermodalkan informasi yang hanya sedikit, dapat menyalahgunakannya bagi kepentingan mereka.

Pratama menjelaskan, hal itu menjadi tantangan bagi penegak hukum, atau lebih luas pemerintah, bagaimana menyiapkan aturan-aturan dan teknologi yang tepat untuk mengantisipasi kemungkinan meningkatnya tingkat kriminal dengan adanya 5G. Penerapan 5G tanpa diikuti oleh aturan-aturan yang jelas tentangnya, sangat berpotensi menimbulkan efek negatif yang lebih tinggi daripada efek positifnya.

“Enkripsi tetap menjadi solusinya. Enkripsi harus digunakan pada semua aplikasi dan perangkat. Selain enkripsi, pengembangan digital signature dapat menjadi cara untuk melindungi dokumen penting. Tidak hanya dokumen, ini dapat diterapkan juga pada semua transaksi digital sebagai salah satu metode autentikasi sebagai bentuk perlindungan,” tuturnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya