Kominfo Tertibkan Empat Layanan Telekomunikasi Ilegal

Ilustrasi menara BTS.
Sumber :
  • VIVAnews/Muhammad Firman

VIVA.co.id – Direktorat Pengendalian Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika telah melakukan serangkaian penertiban terhadap layanan telekomunikasi yang berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan.

Menkominfo Kasih Lampu Hijau Operator Telekomunikasi untuk Merger

Berdasarkan keterangan resminya, Selasa, 5 September 2017, secara khusus, penertiban berkaitan dengan pemantauan dan pengecekan terhadap penyalahgunaan dan dugaan tindak pidana Refiling Trafik Terminasi Internasional (RTTI).

Tim penertiban menemukan aksi penyalahgunaan ini dengan memakai jaringan Public Switch Telephone Network (PSTN) dan Global System for Mobile (GSM) yang berlokasi di Surabaya, Jawa Timur.

Hati-hati, SIM Swapping is Back

Kegiatan RTTI tersebut bermula dari laporan yang disampaikan oleh penyelenggara telekomunikasi nasional, untuk kemudian, dilakukan penertiban pada Senin, 28 Agustus lalu.

Penertiban ini dilakukan Direktorat Pengendalian Pos dan Informatika Kominfo bersama Tim Korwas PPNS Bareskrim Mabes Polri, Polda Jawa Timur, Polresta Surabaya serta operator telekomunikasi.

7 Operator Telekomunikasi Bikin Aliansi, Ada Telkomsel

Pelaksanaan penertiban berhasil menemukan penyalahgunaan trafik dimaksud dengan rincian 460 nomor PSTN dan 1.910 nomor GSM yang dioperasikan dari empat lokasi, yakni lokasi Jalan Embong Gayam No.27-29, Jalan Pemuda No.44, Jalan Taman Ade Irma Suryani No.35B, dan Jalan Jagalan No.79L.

Keempat lokasi tersebut diperkirakan menghasilkan 30 juta menit trafik setiap bulan yang dioperasikan bekerjasama dengan mitra globalnya yang berada di Malaysia, Hong kong, Singapura dan China.

Dugaan pelanggaran yang disangkakan terhadap pihak yang mengoperasikan layanan telekomunikasi secara tidak sah tersebut dikaitkan dengan UU No. 36 Tahun 1999 tentang telekomunikasi adalah Pasal 11 ayat (1) dan Pasal 22 huruf a dengan ancaman hukuman berdasarkan pasal 47 dan pasal 50 berupa penjara maksimal selama 6 tahun dan atau denda paling banyak Rp600 juta.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya