Facebook Punya Fitur Pelacak Hoax, di Indonesia Belum Ada

Manajer Produk News Feed Facebook, Tessa Lyons-Laing.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mitra Angelia

VIVA – Media sosial raksasa Amerika Serikat, Facebook, masih menganalisa mengenai postingan berita palsu atau hoaks (hoax), yang diposting oleh pengguna Indonesia.

Taliban Plans to Block Facebook Access in Afghanistan

Menurut Manajer Produk News Feed Facebook, Tessa Lyons-Laing, mereka memiliki tim di setiap negara yang akan menganalisa isu-isu lokal yang menjamuri platform mereka.

"Misalnya tentang ujaran kebencian (hate speech) di Indonesia, kami perlu waktu untuk memahaminya. Kami butuh konteks dan pengertian tentang cerita itu. Kami punya tim dari seluruh dunia yang paham tentang konteks lokal tersebut," kata Lyons-Laing, di Jakarta, Jumat 3 November 2017.

Taliban Akan Blokir Akses Facebook di Afghanistan

Ia melanjutkan, apabila terdapat laporan tentang hate speech, tim analisa dari Indonesia yang akan mereview laporan, karena mereka yang paham jenis konten negatif lokal.

Lyons-Laing kemudian mengatakan, usaha lain Facebook yang bersifat global adalah menyediakan fitur fact checker. Fitur ini menganalisa sebuah artikel yang diunggah di platform.

Raffi Ahmad Geram Dituduh Lakukan Pencucian Uang, Begini Responnya

"Misalnya, sebuah artikel lebih sering disebar daripada dibaca. Maka, ada kecurigaan mungkin saja bermasalah atau menyesatkan. Itu dianalisa oleh fact checker," paparnya.

Indonesia Belum Ada

Sayangnya, Lyons-Laing mengatakan bahwa fitur tersebut masih tersedia di empat negara, belum termasuk Indonesia. Oleh karena itu, analisa oleh kaki tangan tim Facebook di Indonesia menjadi bahan mentah untuk menuju fitur tersebut.

"Kami tertarik untuk cari tahu lebih banyak tentang Indonesia. Fact checker perlu banyak fokus karena more visible," kata dia.

Selain analisa artikel hoaks, yang menjadi tantangan juga bagi Facebook adalah postingan foto dan meme tanpa keterangan di News Feed.

"Bisa foto meme, atau sebenarnya bukan palsu tapi menyesatkan. Karena bukan artikel, jadi butuh informasi tambahan tentang foto itu. Kami masih mendalami," kata Lyons-Laing. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya