Pengamat: Ubah UU Telekomunikasi Dulu Baru RPM Jastel

Ketua LPPMII, Kamilov Sagala.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Reza Fajri

VIVA – Langkah Kementrian Komunikasi dan Informatika atau Kominfo menyederhanakan lisensi bagi pemain jasa telekomunikasi sepertinya tak akan terhenti. Padahal banyak pihak yang menilai jika aturan ini telah menyalahi undang-undang yang menaungi telekomunikasi saat ini, UU Nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

Pemimpin Pasar Telekomunikasi Global Dukung Ekonomi Digital Indonesia

Penyederhanaan lisensi ini akan dituangkan dalam revisi Keputusan Menteri (KM) 21 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi. Rancangan Peraturan Menteri ini pun akan sangat progresif karena akan menyederhanakan 16 Peraturan Menteri (PM) menjadi 1 RPM terkait Jasa Telekomunikasi. Selain itu juga menyederhanakan 12 jenis izin menjadi hanya satu izin.

Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII), Kamilov Sagala telah membaca rancangan peraturan menteri tentang Jastel itu. Menurutnya, aturan itu telah melabrak setidaknya tiga aturan yang sudah ada saat ini, yaitu UU Telekomunikasi juga PP Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan PP Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit.

Industri Telekomunikasi 2023: Tetap Optimis meski Tidak Baik-baik Saja

“Saran saya, lakukan administrasi negara dengan benar. Usulkan perubahan UU Telekomunikasi ke parlemen, jangan melakukan inovasi regulasi yang bikin gaduh. Dalam UU Telekomunikasi jelas disebut tentang Perizinan dalam Pasal 11 yang mana dinyatakan izin diberikan dengan memperhatikan tata cara yang sederhana, proses yang transparan, adil dan tidak diskriminatif, serta penyelesaian dalam waktu yang singkat," kata Kamilov dalam keterangannya, Senin 18 Desember 2017.

Kamilov menuturkan, RPM yang kabarnya akan berisi inovasi regulasi dan perizinan itu bahkan belum cukup mengakomodasi. Cara-cara inovasi regulasi, kata dia, terkesan memangkas birokrasi tetapi menyimpan potensi konflik sangat berbahaya jika dilakukan.

Industri Telekomunikasi, E-Commerce hingga Edutech Kumpul Bahas 4 Pilar

"Sektor telekomunikasi selama ini berkontribusi besar bagi pendapatan negara. 
Idealnya ada pegangan hukum yang jelas dan kuat secara hukum. Kalau hanya berbentuk Peraturan Menteri, rawan sekali menjadi perdebatan yang tak berujung,” ujarnya.

Layanan platform OTT (over the top).

Indonesia Diminta Belajar dari Inggris dan Turki

Indonesia bisa belajar dari Austria, Prancis, Hungaria, Italia, Portugal, Spanyol, Turki, dan Inggris yang telah menerapkan Digital Services Task (DST) untuk layanan OTT.

img_title
VIVA.co.id
28 Desember 2023