Badan Siber Itu Panglima, Harus Bekerja Cepat

Logo Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Sumber :
  • BSSN.go.id

VIVA – Ketua Komisi III DPR, Bambang Soesatyo menilai Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN harus bekerja cepat untuk mereduksi dan meminimalisir ancaman siber. Sebab ancaman siber atau cyberattack akan terus menghantui semua negara, termasuk Indonesia.

BSSN: Ada 1,6 Miliar Serangan Siber Sepanjang 2021

"Menjadi kewajiban negara melindungi masyarakat yang mengandalkan jaringan internet untuk menjalankan ragam aktivitas," kata Bambang melalui pesan singkat, Senin 8 Januari 2018.

Pelantikan Djoko Setiadi sebagai Kepala BSSN pada 3 Januari 2018, menurut Bambang, menyegarkan ingatan akan ancaman siber. Negara dan masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan akan serangan oleh peretas yang bisa terjadi setiap saat. Kendati cukup terlambat, Indonesia akhirnya bisa segera memfungsikan BSSN. 

BSSN Buka Suara soal Kebocoran Data di Deep Web

"Mengacu pada Perpres Nomor 53/2017 tentang BSSN, seharusnya BSSN sudah bekerja pada akhir 2017. Karena proses pengorganisasian BSSN cukup memakan waktu, baru pada Januari 2018 Kepala BSSN dilantik," kata Bambang.

Ia mengatakan, mengingat ancamannya begitu nyata, mau tak mau BSSN harus bekerja cepat. BSSN otomatis telah menyandang status sebagai panglima untuk menangkal serangan siber. Karena itu, BSSN perlu berkoordinasi dengan semua kementerian dan lembaga negara. BSSN dikatakan panglima pencegah serangan siber, sebab hampir semua kementerian telah menyiapkan sumber daya manusia dan membangun prasarana keamanan siber.

BSSN Diretas Hacker Brasil, Ada Unsur Balas Dendam?

"Jangan juga lupa bahwa pemerintah mulai menerapkan e-government, serta dimulainya program GNT (Gerakan Non-Tunai). Perubahan-perubahan seperti itu sudah barang tentu mengharuskan dilakukannya penguatan pengamanan siber pada semua infrastruktur pendukung," kata politikus Partai Golkar itu.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif tentang ancaman siber terkini dan tahun-tahun mendatang, ia berpendapat BSSN juga patut menjaring pendapat dan pandangan dari kalangan swasta yang memiliki kompetensi pada bidang teknologi informasi. Melalui koordinasi dan dengar pendapat itu, BSSN bisa mengidentifikasi ancaman era terkini plus analisis risiko. 

"Tidak hanya itu, BSSN pun akan sangat terbantu ketika melakukan identifikasi terhadap infrastruktur  teknologi informasi apa saja yang dinilai strategis untuk mendapatkan prioritas pengamanan," kata Bambang.

Kesadaran keamanan informasi

Aspek yang juga tidak kalah pentingnya, ia menilai membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya peduli dan waspada terhadap keamanan sistem informasi (security awareness).  Para pakar dan peneliti menilai, tingkat kesadaran masyarakat Indonesia pada urgensi keamanan sistem informasi masih sangat rendah.

"Jika dibiarkan, masyarakat tidak akan bisa menghindar dari serangan siber. Semua pihak perlu diingatkan Indonesia teridentifikasi sebagai salah satu negara yang menjadi incaran para hacker. Buktinya, hingga November 2017, sudah terjadi 205.502.159 serangan siber di Indonesia," kata Bambang.

Karena itu, ia mengharapkan BSSN segera merumuskan program untuk menyosialisasikan pengamanan sistem informasi kepada semua institusi negara dan swasta serta masyarakat. Pekerjaan yang satu ini patut digarisbawahi BSSN karena jumlah pengguna internet di Indonesia per 2016 tercatat sudah 132,7 juta, dan pada kuartal pertama 2017 telah bertambah hingga 10 juta.  

"Hasil riset oleh We Are Social dan Hootsuite yang dipublikasikan pada Mei 2017 menyebutkan bahwa pertumbuhan pengguna internet di Indonesia mencapai 51 persen dalam kurun waktu satu tahun. Persentase pertumbuhan ini diklaim sebagai yang terbesar di dunia, karena pada tingkat global, pertumbuhan rata-rata hanya 10 persen," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya