Jangan Ditunda, Hapus Aplikasi Kuis di Facebook

Logo Media Sosial Facebook.
Sumber :
  • REUTERS/Dado Ruvic

VIVA – 87 juta data pengguna Facebook telah diambil dan diolah oleh Cambridge Analytica. Lebih dari satu juga di antaranya merupakan data pengguna Facebook di Indonesia. Fakta ini memunculkan kekhawatiran di Tanah Air. Kominfo pun sudah melayangkan surat teguran kepada Facebook Indonesia.

Menerapkan Perlindungan Data Pribadi Bukan Tugas yang Mudah

Media sosial populer itu tidak hanya mampu mengintip data kontak telepon penggunanya, bahkan juga bisa melihat isi percakapan pada Facebook Messenger. Dengan fakta ini publik kini mempertanyakan sejauh mana keamanan dan jaminan privasi Facebook, apalagi platform lain WhatsApp dan Instagram juga berada di bawah naungan Mark Zuckerberg.

Dalam keterangannya, Jumat 6 April 2018, pakar keamanan siber Pratama Persadha mengatakan, skandal ini menjadi momentum yang tepat bagi pemerintah untuk bersikap tegas pada Facebook. Menurut dia, Facebook sudah melanggar UU Informasi dan Transaksi Elektronik, untuk itu Kominfo diharapkan bisa bersikap tegas melindungi data masyarakat.

Taliban Plans to Block Facebook Access in Afghanistan

“Facebook telah secara sadar membagi data mereka ke Cambridge Analytica dan satu juta orang data pengguna tanah air yang diambil bukan angka yang kecil. Ini adalah fenomena gunung es, saat masyarakat kita banyak menggunakan layanan asing dan datanya disalahgunakan,” ujar Chairman lembaga riset keamanan siber Communication & Information System Security Research Center ( CISSReC) tersebut.

Isu keamanan data pengguna sudah sejak lama dikritisi. Menurut Pratama, pemerintah bisa menggunakan momentum ini untuk mendesak Facebook membuka server di tanah air, karena ini sangat erat dengan keamanan data pengguna.

Taliban Akan Blokir Akses Facebook di Afghanistan

“Sangat terbuka kemungkinan hal ini juga dilakukan aplikasi dan layanan internet lainnya. Karena itu pemerintah harus bekerja keras agar mereka ini bisa mematuhi aturan yang ada di tanah air. Membangun server di tanah air adalah kewajiban bagi perusahaan teknologi besar seperti Facebook dan Google, apalagi mereka memanen begitu banyak data dari masyarakat,” tutur Pratama.

Chairman CISSReC, Pratama Persadha.

Pratama Persadha

Pratama menjelaskan, dalam kasus Facebook sebenarnya pengambilan data dilaksanakan tersistematis. Salah satu pintu masuknya adalah para pengguna Facebook yang menggunakan aplikasi pihak ketiga untuk bermain kuis maupun game.

“Seringkali kita temui di Facebook ada aplikasi, kuis dan game. Dari sanalah Cambridge Analytica masuk dan mengambil data. Karena itu setting privasi relatif tidak berguna saat pengguna masih terhubung dengan layanan pihak ketiga di Facebook. Pengguna bisa masuk ke setting dan menghapus semua layanan pihak ketiga tersebut agar lebih aman,” ujar pria asal Cepu jawa Tengah ini.

Batasi akses aplikasi

Sejak 4 April lalu Facebook sudah mengeluarkan pernyataan, salah satunya adalah berjanji sejak 9 April 2018, di bagian atas News Feed atau beranda, akan muncul notifikasi aplikasi pihak ketiga apa saja yang dipakai pengguna facebook. Nantinya pengguna Facebook bisa melakukan pilihan untuk menghapus pemakaian aplikasi tersebut pada akun masing-masing.

Selain itu Facebook juga mulai menghapus dan membatasi Application Programm Interface (API) yang bisa diakses oleh aplikasi di Facebook. API pada grup, fanpages, Facebook Messenger dan Instagram hanya akan bisa diakses oleh aplikasi yang sudah mendapatkan persetujuan Facebook.

Ini berarti developer lokal yang selama ini mendapatkan keuntungan dengan membangun berbagai tools optimasi Facebook juga harus mendapatkan persetujuan terlebih dulu.

Salah satu yang sangat krusial, kata Pratama, Facebook menghapus fitur searching yang selama ini bisa menggunakan nomor seluler ataupun email. Ini guna mengurangi praktek pengumpulan data oleh aplikasi pihak ketiga. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya