Facebook dan Pemilu, Dorong Percepat UU Data Pribadi

Akademisi penggodok RUU Perlindungan Data Pribadi, Shinta Dewi
Sumber :
  • VIVA/Novina Putri Bestari

VIVA – Kehadiran UU Perlindungan Data Pribadi dipandang menjadi sangat krusial untuk saat ini, mengingat belakangan ini terjadi berbagai kisruh perlindungan data. Problem data pribadi yang terjadi yaitu penyalahgunaan data kependudukan dalam registrasi prabayar sampai yang terbaru bocornya 1 juta lebih data pengguna Facebook di Indonesia. 

Menerapkan Perlindungan Data Pribadi Bukan Tugas yang Mudah

Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi I dengan pembahasan registrasi prabayar, Ketua Cyber Law Center Universitas Padjadjaran Bandung, Shinta Dewi menyatakan, terdapat empat hal yang menjadikan UU PDP harus segera disahkan. Pertama soal regulasi di Eropa tentang proteksi data (GDPR), skandal data Facebook, Ekonomi Digital 2020, dan Pemilu 2018 serta 2019. 

Shinta yang ikut merumuskan RUU tersebut menyatakan, rancangan itu berisi peraturan perlindungan data pribadi yang lebih komprehensif, termasuk individu yang memiliki kontrol atas data.

Taliban Plans to Block Facebook Access in Afghanistan

"Yang diusulkan komprehensif. Artinya pemerintah dan swasta diatur," ujarnya

Namun hingga sekarang RUU tersebut belum diserahkan pemerintah ke DPR. Menurut Shinta, saat ini draf sudah selesai, namun masih ada yang harus diselaraskan antara beberapa kementerian.

Taliban Akan Blokir Akses Facebook di Afghanistan

Facebook.

Deputy Director of Research Institute for Policy and Advocacy (Elsam) Wahyudi Djafar berpandangan, sebaiknya RUU Perlindungan Data Pribadi diserahkan secepatnya kepada DPR, dengan hasil apapun. Baru nanti, dievaluasi saat pembahasan.

"Kalau pemerintah beritikad baik untuk menyelesaikan proses, ya sudah disepakati yang ada dulu diserahkan ke DPR, nanti kita debat terbuka di DPR," jelas Wahyudi.

Sebelum sampai DPR, menurutnya, publik memiliki akses terbatas soal perumusan RUU tersebut. Tapi jika sudah sampai pembahasan di parlemen, masyarakat bisa melihat dan memberikan catatan soal perumusannya, termasuk soal mana yang data sensitif dan harus ditutup ataupun sebaliknya. 

Kualifikasi soal data sensitif, Wahyudi mengatakan, sangat bisa perdebatkan. Apalagi RUU Perlindungan Data Pribadi ini bisa mewakili beberapa sektor pemerintahan yang memiliki definisi masing-masing soal data pribadi. Hal ini, menurutnya, merupakan salah satu yang membuat lamanya RUU masuk ke DPR.

“Beratnya memang di situ, antarsektor di pemerintah, ada Kementerian Dalam Negeri yang mengurus data kependudukan, ada Kemenkominfo yang mengurusi data telekomunikasi, Kementerian Kesehatan mengurusi data kesehatan. Memang banyak sekali. Memang menentukan mana yang sensitif itu yang membuat lama sebenarnya," ujarnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya