Di Media Sosial Ada Golongan Hitam, Abu-abu dan Putih

Ilustrasi media sosial
Sumber :
  • www.pixabay.com/geralt

VIVA – Media sosial ibarat pisau bermata dua. Bisa dipakai untuk hal-hal positif maupun negatif. Memang, tak selamanya media sosial berdampak buruk bagi pengguna. Adakalanya bisa dimanfaatkan untuk mengedukasi masyarakat. Salah satunya mengenai kesehatan, khususnya manfaat vaksin.

Nonton Final Piala Dunia, Baju Via Vallen Bikin Salah Fokus

Menurut pakar kesehatan Kristoforus Hendra Djaya, di era serba teknologi seperti sekarang, media sosial jelas memiliki peran dalam mengedukasi dan sosialisasi masyarakat.

"Kita manfaatkan media sosial sejak tahun 2012. Ada Twitter, Facebook, dan Instagram. Kita juga tahu bahwa media sosial itu banyak digunakan oleh golongan putih, abu-abu, dan hitam," kata dia, dalam keterangannya, Senin 16 April 2018.

Bowo Alpenleibe Mengaku Sempat Dicekik Cewek

Hendra menjelaskan, secara umum, media sosial itu ibarat wadah atau tempat menampung netizen atau warganet untuk menulis apa saja, terutama soal kesehatan.

Golongan hitam dan putih yang dimaksud Hendra adalah pro dan kontra soal vaksin.

4 Bahaya Akibat Sembarangan Unggah Foto Anak di Medsos

"Di sini yang menjadi perhatian. Karena, semua orang ikut menulis tentang kesehatan, khususnya vaksin, maka isinya belum tentu benar. Kita ingin memberikan informasi kepada masyarakat secara baik, benar, dan dapat dipertanggungjawabkan," papar dia.

Tetapi, ia mengaku tetap fokus memberikan informasi, serta tidak menanggapi dengan serius yang menolak atau kontra.

"Sebab, kita punya keyakinan. Yang hitam mau bicara hitam, ya, kita enggak bisa paksain. Itu keyakinan mereka. Justru, yang kita mau fokus edukasi adalah golongan abu-abu. Karena, kita tidak ingin mereka 'termakan' informasi yang hitam. Kita berusaha 'memutihkan,'" kata Chief Executive Officer Harmony Clinic.

Saat ini, perusahaanya memiliki dua orang tim media sosial, dengan dibantu vendor yang di-outsource seperti desain dan content writer.

Ke depan, Hendra berharap, bisa mengembangkan sistem untuk mengintegrasi layanan medis. Karena, menurut dia, membutuhkan investasi yang tidak sedikit, hingga ratusan juta rupiah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya