Bukan Uang dan Karier, Hal Sepele Ini Kunci Bahagia Hidup

Semua pasangan pasti mendambakan kebahagiaan dan keseriusan dalam suatu hubungan.
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Pernahkah Anda memikirkan sumber kebahagiaan hidup. Sebagian di antara Anda rasanya berpikir keberlimpahan uang atau kesuksesan karier sebagai kunci kebahagiaan hidup. Namun ternyata, berdasarkan studi peneliti Universitas Harvard, Amerika Serikat, uang dan sukses karier bukan sumber kebahagiaan hidup. 

10 Negara Paling Bahagia di Asia, Indonesia Peringkat Berapa?

Dikutip dari IFL Science, Senin 23 April 2018, studi Harvard Second Generation Study yang berjalan selama 80 tahun menunjukkan, kunci atau sumber kebahagiaan hidup adalah jalinan kuat sebuah hubungan. Kenapa bisa?

Peneliti menjelaskan, kuatnya hubungan begitu penting. Hubungan dalam kehidupan terlihat sepele, namun begitu penting menjadi jalan kebahagiaan hidup seseorang. Jadi saat hidup manusia berjalan dengan hubungan yang memuaskan, maka dampaknya akan membuat kehidupan menjadi lebih kuat dan sehat di kemudian hari. 

Finlandia Jadi Negara Paling Bahagia di Dunia, Terungkap Alasannya

Studi itu menunjukkan, siapa yang paling puas dalam menjalin sebuah hubungan pada umur 50, maka beberapa dekade kemudian, akan terlihat sehat pada umur 80 tahun.

"Memperhatikan tubuh Anda memang penting, tapi merawat hubungan Anda juga merupakan bentuk perhatian diri. Saya pikir, inilah kuncinya," ujar direktur studi tersebut, Robert Waldinger. 

Stres Jadi Jomblo, Wanita Asal Brazil Punya Suami dan Anak Berupa Boneka

Waldinger menjelaskan, untuk sampai pada kesimpulan tersebut, tim telah menjalankan studi sejak 1938. Pada awalnya, studi ini menilai kehidupan dan kesehatan semua mahasiswa tahun kedua Universitas Harvard yang berjumlah 268 pria. 

Kemudian data responden studi ini terus berkembang, termasuk melibatkan pasangan hidup dari responden pertama tersebut. Data responden juga termasuk 456 warga kota Boston beserta istri mereka, dan 1.300 keturunan mahasiswa Harvard yang saat ini berusia 50 dan 60-an. 

Kebahagiaan suami istri.

Perkembangan pengambilan data juga terekam dalam studi tersebut. Pada awal studi, peneliti menilai kualitas kebahagiaan dan kesehatan responden dengan mengambil data umum, misalnya, kegagalan dan kesuksesan mereka dalam karier dan percintaan.

Pengambilan data kala itu, peneliti mengambil data rekam medis, wawancara sampai menyebarkan kuesioner. Dalam awal penelitian itu, peneliti juga mengambil parameter lain untuk yang terlihat janggal, misalnya mengambil sampel tahi lalat sampai tulisan tangan, untuk mengukur seberapa bahagia seseorang. 

Belakangan, dengan perkembangan teknologi, tim peneliti menggunakan pengujian DNA dan pemindaian MRI untuk menunjukkan kesehatan responden secara lebih akurat. Tujuannya, agar bisa menjadi parameter yang lebih rinci soal sumber kebahagiaan seseorang. 

Namun, dengan penggabungan data tersebut, tim studi menemukan kemakmuran, genetik, kelas sosial sampai IQ, tak begitu penting dengan umur panjang dan kebahagiaan. Menariknya, sumber awet umur dan bahagia itu muncul lantaran pengaruh hubungan seseorang dengan teman, keluarga dan komunitas mereka. Begitulah kekuatan sebuah hubungan. 

"Saat studi ini dimulai, tak ada satu pun orang yang peduli dengan empati dan keterikatan (hubungan). Kunci keawetan umur adalah hubungan, hubungan dan hubungan," jelas psikiatri yang terlibat dalam studi ini sejak 1972-2004, George Vaillant. 

Makanya, berdasarkan hasil studi tersebut, Waldinger menyarankan untuk selalu memerhatikan kekuatan sebuah hubungan.

"Saran terbaik yaitu jaga selalu tubuh Anda seolah-olah Anda akan membutuhkannya selama 100 tahun," jelasnya. (ase) 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya