Butuh Kolaborasi Hadapi Revolusi Industri 4.0

Ilustrasi digitalisasi di industri tekstil.
Sumber :
  • REUTERS/Pete Sweeney

VIVA – Revolusi Industri 4.0 disebut-sebut bisa menguntungkan pelaku bisnis. Pasalnya, revolusi ini bisa mengurangi biaya, apalagi jika ada kolaborasi antarpemain industri.

Menkominfo: Hampir 92% Kebisingan Ruang Digital Isinya Buzzer

Hal ini diungkap oleh dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) yang turut menjadi pemerhati munculnya revolusi industri 4.0, Richard Mengko dalam pembentukan forum Indonesia Digital Business Ecosystem (Indibest Forum). Menurut dia, awal antisipasi revolusi industri 4.0 bisa dimulai sejak saat ini melalui kolaborasi dengan pihak-pihak yang berkepentingan.

"Kata kuncinya ada dua, yakni near-future yaitu perubahan bukan dalam waktu lama melainkan hitungan bulan. Kedua adalah ekosistem yang ujungnya bisa mengubah perilaku kita," ujar Richard dalam keterangannya di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menteri Budi Arie Sebut Kominfo Take Down Ribuan Hoaks Soal Pemilu 2024

Strategic Planning Director Berakar Komunikasi Satriyo Wibowo menjelaskan, poin dari revolusi industri 4.0 adalah perubahan yang mengubah kita sendiri dan revolusi industri itu harus dihadapi sekarang.

Satriyo pun memandang, untuk menghadapi revolusi industri 4.0, seharusnya pelaku ekonomi kreatif bisa berpikir secara maksimal. Menurut Satriyo, sejalan dengan industri 4.0 yang tengah bergulir sangat sulit berjalan secara sendirian.

Migrasi TikTok Shop dan Tokopedia Dinilai Bikin E-Commerce Makin Dinamis, Ini Penjelasannya

Pemain industri harus berkolaborasi agar bisa membentuk ekosistem digital yang lebih kuat di tengah gempuran ekspansi asing. Salah satunya dengan membentuk Indibest Forum untuk terlebih dahulu memahami pasar dan memetakan karakteristik dari "the underserved market".

Adapun para anggotanya adalah para pemain industri seperti Telkomsel, BNI, Alfamart, Qualcomm, IMX, dan WIN/PASSBAYS, tapi juga lembaga pemerintahan seperti Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Semua pihak dianggap memiliki fungsi dan tujuan masing-masing.

Dari sisi pemerintah, Bank Indonesia memang punya kewajiban menjaga arah kebijakannya untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan pemain asing dan lokal. Mereka pun harus terus menyesuaikan aturan yang mereka keluarkan untuk menghadapi inovasi teknologi dan karakter pasar yang berubah cepat.

Sementara dari sisi OJK, diperlukan program pengawasan yang seksama. Namun di saat yang sama, mereka juga harus bisa fleksibel dalam mendorong inovasi untuk menjaga target keseimbangan dan arah pertumbuhan.

Bekraf pun bisa ikut mendukung Revolusi Industri 4.0 dan pemberdayaannya dengan cara memfasilitasi inovasi lokal dengan edukasi dan asistensi untuk menjaga karya-karya cipta lokal melalui proteksi Intellectual Property Rights. Sedangkan dari sisi industri, BNI punya kesempatan memperluas pasarnya dengan program Inklusi Keuangan.

Mereka bisa menjadi fasilitator permodalan dan transaksi masyarakat. Namun demikian, BNI harus mendorong kreativitas teknologi untuk konten keuangan yang sesuai dengan kebutuhan pasar yang cepat berubah, sehingga mau tak mau, mereka harus berkolaborasi dengan berbagai institusi dan industri.

Dari sisi infrastruktur telekomunikasi, khususnya jaringan data, Indonesia memiliki Telkomsel yang aksesnya luas hingga ke pelosok negeri. Namun, inisiatif membangun jaringan saja tidak cukup jika tidak ditunjang oleh ekosistem digital. Kembali diperlukan kolaborasi untuk menggarap pasarnya secara bersama.

Industri retail yang kebiasaan pasarnya terus berubah juga menjadi tantangan bagi Alfamart. Mereka harus punya program kreatif untuk mengakomodir kebutuhan pasar yang karakternya terus berubah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya