- YourNewsWire
VIVA – Astronot asal Kanada, Chris Hadfield, mengatakan kalau manusia seharusnya bisa pergi ke Planet Mars sejak 10 tahun atau satu dekade lalu. Menurutnya, teknologi yang dipakai untuk ke Bulan sudah bisa digunakan untuk sampai ke Planet Merah itu.
Meski demikian, Hadfield juga melihat bahwa perjalanan tersebut tidak mudah dan aman. Ada risiko yang akan dialami manusia.
"Mayoritas astronot yang dikirim pada misi itu tidak akan berhasil. Mereka akan mati semua," kata dia seperti dikutip Business Insider, Senin, 9 Juli 2018.
Hadfield menyebut risiko misi ke Mars tak akan jauh berbeda dengan misi Badan Antariksa Amerika Serikat atau NASA pada periode 1960-1970 ke Bulan.
Ia lalu mencontohkan Pesawat Ulang Alik Apollo 1 yang dimakan api dan menewaskan tiga astronot saat pelatihan. Lalu, saat Apollo 13 sedang terbang, lagi-lagi NASA hampir kehilangan awaknya.
"Apollo 11 juga pernah kehabisan bahan bakar saat akan mendarat," tutur dia. Selain itu, Hadfield menuturkan, juga ada risiko kesehatan dari paparan radiasi di luar angkasa.
Ia mengatakan misi penerbangan dari dan ke Bulan menyebabkan 24 astronot yang terlibat dalam misi tersebut berisiko terkena penyakit jantung jauh lebih besar.
"Saya pikir itu ada cara lain yang lebih 'aman' mengirimkan orang ke Mars. Karena, sampai saat ini belum ada teknologi yang bisa meminimalisir risiko," ungkap Hadfield.
NASA memang telah mengerjakan misi ke Planet Mars sejak 1952, atau lebih dari 15 tahun sebelum misi Apollo Pertama. Ilmuwan Jerman yang membelot ke AS, Wernher von Braun, adalah sosok yang mengerjakan misi berbahaya tersebut.
Namun, dengan segala risiko yang ada, Hadfield tetap ingin ada manusia yang mendarat dan menjelajah Mars. Tapi ia juga mengingatkan untuk selalu melihat segala risiko yang akan berdampak.
