Sistem Komunikasi Kabel Laut Harusnya Dianggap Aset Strategis

Peta jalan raya internet di Indonesia
Sumber :
  • Tangkapan layar situs Submarinecablemap

VIVA – Penetrasi internet yang menembus 50 persen total populasi penduduk Indonesia ternyata cukup bergantung pada sistem komunikasi kabel laut (SKKL). Sayangnya, meski dianggap sebagai tulang punggung komunikasi internet, namun SKKL belum dianggap sebagai aset strategis.

Starlink Datang, Telkomsat Tak Gentar

Perusahaan pengelola kabel laut di Indonesia, PT Ketrosden Triasmitra berharap pemerintah mau lebih memperhatikan kondisi SKKL sebagai aset strategis nasional. Sebab, SKKL sudah menyangkut hajat hidup orang banyak, khususnya 143 juta pengguna internet di Indonesia.

"Bisa dikatakan SKKL adalah tulang punggung yang menghubungkan Indonesia dengan dunia luar. Itu adalah aset strategis nasional. Layaknya aset strategis, tentu harus mendapat perlindungan dan penegakkan hukum maksimal jika ada pihak-pihak yang merusak,” ujar Chief Executive Officer Ketrosden Triasmitra, Titus Dondi Patria A, dikutip dalam keterangan resminya, Kamis 12 Juli 2018

Telkomsel Jadi Donatur Terbesar

“Saat ini sebagian jaringan SKKL di jalur perairan Indonesia masih tidak terlindungi (unprotective), artinya jika terjadi gangguan terhadap SKKL mengakibatkan terputusnya komunikasi di area tersebut (blackout)," tutur Titus.

Dampak lainnya yang perlu dipikirkan yakni, seluruh website yang servernya berada di Indonesia tidak dapat diakses sehingga kerugian yang timbul di samping dari hilangnya pendapatan seluruh operator yang diperkirakan sebesar Rp6,8 triliun per bulan. Titus menuturkan, para pelanggan yang juga kehilangan kesempatan bisnis, terputusnya informasi dan dampaknya akan sangat dirasakan oleh masyarakat luas.

Gemcorp, Perusahaan Investasi Asal Inggris Resmi Mencaplok Perusahaan Internet RI

"Melihat begitu besarnya dampak kerugian akibat putus atau terganggunya SKKL, maka tepat keputusan pemerintah agar aparat penegak hukum dan stakeholder melakukan upaya-upaya bersama untuk meningkatkan perlindungan atas SKKL sehingga dapat berfungsi dengan baik," ujar Titus.

Menurut dia, tiga penyebab terbesar putusnya jaringan SKKL adalah karena kena jangkar kapal, vandalisme dan aktivitas nelayan. Selain itu, reklamasi belakangan juga terindikasi mengancam keberadaan titik pendaratan SKKL. Akibat yang ditimbulkan bila jalur SKKL Batam ke Singapura putus, maka layanan internet, basis data dari dan ke luar negeri dan SLI serta SMS secara nasional akan terputus juga.

Sikap Triasmitra ini muncul setelah perusahaan ini berhasil menuntaskan kasus putusnya SKKL yang terkena jangkar kapal milik perusahaan swasta pada 30 November 2017. Untungnya, SKKL B3JS tersebut sudah terdaftar dan masuk ke dalam Peta Laut atau Peta Hidrografi dan Oseanografi (Hidros).

 Artinya, SKKL tersebut telah masuk sebagai wilayah terlarang bagi kapal membuang jangkar. Ditemukan juga data hasil monitoring dari sistem monitoring berupa hasil pencarian kapal dari aplikasi Dashboard Vessel Security yang dimiliki Bakamla.

SKKL yang dikelola oleh Triasmitra menjadi andalan dari berbagai operator telekomunikasi di Tanah Air, menghubungkan Jakarta-Bangka-Batam-Bintan-Singapura (B3JS). 

"Sejatinya sudah ada peraturan perundang-undangan yang memuat ketentuan tentang perlindungan terhadap SKKL baik berupa Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri, Keputusan Menteri sudah cukup memadai. Hal yang dibutuhkan sekarang menjalankan dan menegakkannya secara maksimal," tegasnya.

Misalnya, penegakan hukum dan proses hukum bila terjadi tindak pidana pengrusakan SKKL seperti vandalisme/pencurian, illegal anchorage.

Dasarnya adalah Pasal 38 UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, secara tegas mengatur bahwa ‘Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi’.

Sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana yang melanggar Pasal 38 UU Telekomunikasi diatur dalam Pasal 55 yang menetapkan ancaman pidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun, dan atau denda paling banyak Rp600 juta.

Pelaku tindak pidana pelanggaran Pasal 38 UU Telekomunikasi, juga dapat diancam dengan pidana berdasarkan ketentuan Pasal 406 dan Pasal 408 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan acaman penjara 4 tahun dan Pasal 363 (Pencurian) dengan ancaman penjara 9 tahun.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya