Gara-gara Hoax di WhatsApp, Insinyur Google Tewas Diamuk Massa

Aplikasi WhatsApp.
Sumber :
  • REUTERS/Dado Ruvic

VIVA – Pesan informasi palsu alias hoax benar-benar membuat India dilanda kengerian. Hanya karena informasi tak benar, yang cepat beredar luar melalui WhatsApp, puluhan orang tewas dimassa. Korban yang tewas sudah terjadi sejak bulan-bulan lalu.

Babak Baru Kasus Hoax Rekaman Forkopimda, Palti Hutabarat Diserahkan ke Kejaksaan

Pada Mei lalu, setidanya 25 orang tewas karena amukan massa. Kekerasan tersebut terjadi karena desas-desus yang beredar di platform WhatsApp. Sampai saat ini para penegak hukum di India tidak tahu siapa dibalik hoax yang beredar tersebut.

Terbaru, insinyur Google berusia 32 tahun yang diidentifikasi Mohammed Azam Ahmed menjadi korban keganasan penyebaran hoaks. Dia ditemukan tewas karena diamuk massa di negara bagian India Selatan, Kartanaka. Insiden tersebut terjadi pada Jumat lalu karena massa di sana masih terpengaruh dengan hoax di media sosial.

Menteri Budi Arie Sebut Kominfo Take Down Ribuan Hoaks Soal Pemilu 2024

Menurut laporan media setempat, massa terbakar dengan hoax penculikan anak-anak. Media lokal menyebutkan, korban mengiming-imingi coklat impor kepada anak-anak sekolah. Massa pun menganggap korban tersebut adalah sekelompok penculik anak-anak dan akan menjual organ mereka. Kabar hoax ini beredar cepat di WhatsApp.

Dilansir melalui laman Deutsche Welle, Senin, 16 Juli 2018, insiden tersebut sudah berkali-kali di India. Serangan yang menewaskan insinyur Google itu punya kemiripan pola dengan pembunuhan massal mengerikan dalam beberapa pekan terakhir di India. Polisi menangkap 25 orang pada Minggu pekan lalu.

Prof Koentjoro UGM Dikirimi Pesan Caci Maki Usai Kritik Demokrasi di Indonesia

Para pelaku pengeroyokan kebanyakan adalah warga desa pemegang ponsel pintar. Namun mereka tidak dapat membedakan video nyata dan palsu yang mampir ke WhatsApp.

Ancaman teknologi

Ledakkan pengguna smartphone yang sudah merambah luas dipercaya sebagai penyebab utama masalah ini. Satu dari tiga orang India diketahui memiliki smarphone. Tahun lalu saja, 134 juta ponsel pintar terjual di India, sehingga negara tersebut menjadi pasar terbesar kedua di dunia setelah Chin ita.

Revolusi smartphone telah mengubah cara orang dalam mengakses informasi. Partai politik seperti Partai Bharatiya Janata yang dipimpin oleh Perdana Menteri Narendra Modi memanfaatkan media tersebut untuk menggalang dukungan melalui banyak kasus yang sedang memanas di negaranya.

Pada awal bulan ini, massa membunuh lima pria yang ada di negara bagian barat India, Maharashtra, setelah beredar satu video pemanen organ. Video hoax itu menunjukkan salah satu anak Suriah meninggal akibat serangan gas.

Pada 6 Juli, tentara India dipanggil ke negara Assam, untuk menyelematkan tiga ulama yang diserang massa. Pemicunya juga hoax yang beredar di WhatsApp.

Sedangkan pada Juni lalu, ada dua pria muda yang digantung oleh massa karena kecurigaan yang sama.

Whatsapp.

Khawatir dengan serangkaian peristiwa, Departemen Elektronik dan Teknologi Informasi India, meminta WhatsApp untuk bertanggung jawab dan waspada atas segala bentuk penyebaran hoax. Mereka harus segera bertindak.

"WhatsApp perlu mengakui India menawarkan pasar yang sangat besar bagi mereka. Mereka menghasilkan banyak uang dari operasi di  India," kata Menteri Teknologi Informasi Ravi Shankar Prasad pada awal bulan ini. Karena itu, WhatsApp harus fokus pada aspek keamanan orang-orang India.

Bombardir WhatsApp

Awal pekan ini WhatsApp mengakui India sebagai pasar terbesarnya. Dengan lebih dari 200 juta pengguna, WhatsApp akhirnya menerbitkan iklan pada satu halaman penuh di surat kabar terkemuka India. WhatsApp memberikan tips kepada pengguna tentang cara identifikasi berita palsu.

"Kami memulai kampanye pendidikan di India tentang identifikasi berita palsu. Langkah pertama kami adalah menempatkan iklan surat kabar dalam bahasa Inggris dan Hindi dan beberapa bahasa lainnya. Kami akan membangun upaya ini," ujar juru bicara WhatsApp dalam sebuah pernyataannya.

WhatsApp juga meluncurkan fitur baru. Untuk pesan yang diteruskan alias forwarded. Fitur ini diyakini akan memberi tahu si penerima bahwa si pengirim pesan bukanlah pembuat pesan tersebut.

"Ini adalah awal yang baik. Lebih banyak pendidikan dibutuhkan, tetapi itu tidak akan terjadi dalam semalam," ujar Kepala Bisnis Global Cybersecurity perusahaan konsultan keamanan siber Network Intelligence, Altaf Halde.

Sorot Facebook - Media Sosial Facebook Whatsapp

Tidak seperti perusahaan induknya, Facebook. Pesan di WhatsApp sulit untuk dimonitor karena terkendala sistem enkripsi. Hal tersebut menyulitkan lembaga hukum untuk melacak pembuat konten palsu.

Ahli mengingatkan, merilis fitur forwarder bukanlah solusi masalah hoaks.

"Itu akan menimbulkan pertanyaan yang berhubungan dengan privasi. Saya tidak ingin nomor saya ditampilkan setiap kali pesan saya diteruskan," ujar kepala eksekutif perusahaan keamanan siber online Lucideus, Saket Modi.

Modi juga merasa kesadaran adalah salah satu kuncinya, karena mayoritas pengguna WhatsApp di negara tersebut adalah pengguna ponsel pintar untuk pertama kali.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya