Ada 'Pabrik' Akun Palsu di Indonesia, Pengamat: Awasi Juga WhatsApp

Ilustrasi buzzer.
Sumber :
  • www.pixabay.com/kalhh

VIVA – Pengakuan buzzer politik soal 'pabrik' akun Twitter palsu di Indonesia selama Pilkada DKI pada 2017 lalu menjadi perhatian publik tanah air. Testimoni itu menunjukkan platform Twitter masih menjadi media untuk menyebarkan propaganda berbalut isu suku, ras, agama dan antargolongan (SARA). 

WhatsApp Allows Users to Pin Multiple Messages in a Chat

Peneliti Siber Sehat Indonesia, Renaldi Tambunan, mengaku tak heran buzzer membanjiri Twitter. Sebab, platform komunikasi ini terbilang berbeda dengan platform seperti Faceook, YouTube dan Instagram. Menurutnya, Twitter memang menjadi magnet, apalagi publik figur rata-rata lebih sering bicara di platform berlogo burung biru tersebut. 

"Namun memang khusus Twitter ini agak menarik. Twitter termasuk dalam media sosial yang menjadi etalase para elit politik. Jadi ada perdebatan yang seru disana," ujar Renaldi kepada VIVA, Senin 23 Juli 2018. 

WhatsApp Dongkrak Kemampuan Fitur Ini

Renaldi meyakini buzzer politik akan muncul dan gencar kembali beriringan dengan momentum politik, apalagi tahun depan adalah Pileg dan Pilpres. 

"Pastinya memang tahun politik menjadi ladang ‘rezeki’ mereka yang berani bermain black campaign lebwar media sosial. Hoaks ini bisa akunnya dan juga kontennya. Parahnya bila ada konten hoaks namun di-share oleh akun-akun besar yang punya kredibilitas," tuturnya. 

Kabulkan Gugatan Haris Azhar Cs, MK Hapus Pasal Sebar Hoax Bikin Onar

Dia mengatakan, tak tahu persis bagaimana pola pelaku akun palsu menyebarkan propaganda dan hoaks mereka selepas Pilkada DKI. Namun menurutnya, pelaku penyebar hoaks punya caranya masing-masing untuk menyebarkan informasi dan mempengaruhi publik. Twitter pun menurutnya, bukan satu-satunya platform yang menjadi ladang mereka. 

"Konten bisa disebarkan tak hanya lewat Twitter, bahkan lebih cepat lewat aplikasi WhatsApp," ujarnya. 

Namun demikian, menurutnya pengakuan 'pabrik' akun Twitter palsu ini menyadarkan semua orang. Hoaks tidak jauh dari Twitter. 

Soal tren aksi buzzer di Twitter, sudah terendus sejak hampir lima tahun lalu. Renaldi mengingatkan kepada publik, munculnya akun Twitter @triomacan2000 yang menjadi magnet sepanjang 2014. Tren akun politik yang muncul seiring dengan tahun atau momentum politik tak berhenti dengan penangkapan admin akun @triomacan2000. 

"Kemarin saat Pilkada dan saat ini menjelang Pilpres-Pileg juga banyak akun-akun anonim yang mengeluarkan berbagai pernyataan sangat kontroversial, bahkan terkesan sangat jorok, contoh @kakekdetektif. Ini perlu diwaspadai oleh kita semua, terutama oleh aparat agar segera bisa bertindak," jelasnya. 

Belum lama ini laman The Guardian melaporkan, pengakuan buzzer bernama Alex yang bertugas membendung gelombang anti-Ahok pada Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017 di media sosial. 

Alex menjadi bagian dari sekitar 20 orang buzzer atau pasukan rahasia dunia maya yang bertugas menyebar pesan melalui akun media sosial palsu untuk mendukung Gubernur DKI Jakarta Petahana, Basuki Tjahaja Purnama, atau Ahok, untuk dipilih kembali.

Alex mengaku dibayar sekitar US$280 (sekitar Rp4 juta) per bulan, dan diduga bekerja di sebuah rumah mewah di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Mereka masing-masing diberitahu untuk mengirim 60 hingga 120 berita sehari di akun Twitter palsu mereka, dan beberapa kali setiap hari di Facebook. (dhi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya