Keuntungan Pakai Blockchain Jika Diterapkan pada Pilpres 2019

Kantor KPU Pusat.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

VIVA – Badan Siber dan Sandi Negara mengingatkan kasus website atau situs Komisi Pemilihan Umum Daerah sempat diretas ketika pemilihan kepala daerah serentak pada 27 Juni 2018 merupakan ancaman nyata di dunia maya. Meski sudah kembali normal, namun harus tetap diwaspadai karena serangan siber bisa datang kapan saja.

KPU Ungkap Alasan Abaikan Permintaan PDIP Tunda Penetapan Prabowo

Deputi Bidang Penanggulangan dan Pemulihan BSSN, Asep Chaerudin mengatakan, semua jenis teknologi bisa membantu dan memperkuat sistem agar bebas dari serangan peretas atau hacker, terutama menjelang pemilihan umum legislatif dan presiden serta wakil presiden 2019.

Salah satunya teknologi Blockchain. Di mata Co-Founder Blockchain Zoo, Pandu Sastrowardoyo, pada Pilpres 2014 pernah ada situs bernama kawalpemilu.org. Menurutnya, hal itu bagus karena semua orang bisa ikut serta mengecek hasil pemilu. Akan tetapi, ia menuturkan, server-nya masih tersentralisasi.

Cocok untuk Content Creator, Aset Kripto Ini Resmi Diperdagangkan di Indonesia

Sementara Blockchain merupakan sebuah teknologi yang memungkinkan penyimpanan data yang sama di dalam banyak server sekaligus. Dengan demikian, data tidak bisa dimodifikasi, apalagi diubah sembarangan. Keuntungan ini tidak bisa ditemukan pada server tunggal atau terpusat.

"Dengan Blockchain tidak bisa melakukan tampering atau perubahan data seenaknya. Jadi, kalau kita pakai teknologi ini maka server-nya ada di KPU, Bawaslu dan partai peserta pemilu. Semuanya pegang satu server. Hasilnya cepat namun terpercaya," kata Pandu kepada VIVA, beberapa waktu lalu.

KPU Akan Batasi Maksimal 600 Pemilih Per TPS untuk Pilkada 2024

Selanjutnya, ia mengatakan, adalah prinsip know your customer (KYC Principle). Menurut Pandu jika berkaitan dengan KYC tentu identitas seorang pemilih telah diketahui, minimal oleh Komisi Pemilihan Umum. Tujuannya untuk mencegah election fraud atau kecurangan pemilu, terutama bagi warga negara yang sudah pindah rumah maupun meninggal dunia.

Kalau sistem seperti ini digunakan bersama dengan Blockchain, maka informasi yang umumnya disimpan sudah berbentuk hash, yaitu hasil enkripsi dari sebuah password atau dokumen yang dianggap penting seperti data privasi, dan input-nya berupa kode atau angka.

"Kita bisa membuktikan validitas identitas seseorang dengan membandingkan biodata di e-KTP-nya dengan basis data kependudukan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri," jelas Pandu. Ia pun mendorong pemerintah supaya menerapkan teknologi ini untuk pemilu pada 2024.

Sebelumnya, Blockchain Zoo mengumumkan kerja sama dengan PT Sentral Pembayaran Indonesia (SPiN) pada Jumat, 10 Agustus kemarin. Kerja sama ini tidak lepas dari peran Indonesia sebagai pasar potensial dalam industri teknologi dan sistem pembayaran yang disertai data terpusat.

"Kerja sama ini lebih ke meratifikasi tandatangan digital. Jadi, apabila dokumen ditandatangan secara digital nantinya akan sah secara legal. Kalau ini sudah jalan, maka mengurus e-KTP, SIM dan dokumen penting lainnya lebih mudah dan enggak rumit," papar dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya