Meniru Indonesia, Inggris Ikut-ikutan Gugat Facebook

Media sosial Facebook.
Sumber :
  • REUTERS/Regis Duvignau

VIVA – Gugatan perwakilan kelompok atau class action ke Facebook kembali muncul. Setelah Indonesia ICT Institute (IDICT) dan Lembaga Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMII) mengajukan class action melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kini firma hukum yang berbasis di Inggris, Irvine Thanvi Natas Solicitors siap menuntut ganti rugi ke Facebook melalui class action. Firma tersebut yang mewakili masyarakat Inggris, mengirim surat kepada Facebook dan menuding media sosial itu melanggar peraturan privasi data Inggris. 

Terancam PHK Massal, Ratusan Karyawan Polo Ralph Lauren Demo di Depan MA

Surat setebal 27 halaman tersebut merupakan langkah awal proses hukum untuk mengajukan gugatan class action. Surat tersebut juga sebagai peringatan, jika dalam waktu 14 hari mereka tidak mendapat jawaban yang memuaskan, maka firma tersebut bakal mengambil tindakan hukum. Selain mereka, ada pula kelompok Fair Vote Project yang juga turut menggugat class action Facebook.

Dikutip dari laman Wired, Minggu, 26 Agustus 2018, awal bulan ini Kantor Komisi Informasi Inggris mengajukan denda lebih dari US$600 ribu atau Rp8,7 miliar kepada Facebook sesuai ketentuan Undang-undang Perlindungan Data Negara. Pengacara dari Irvine Thanvi Natas Solicitors, Ravi Naik mengatakan, dalam surat ke Facebook, mereka memuat daftar kegagalan media sosial populer tersebut.

Alasan Kejaksaan Agung Izinkan 5 Smelter Timah Tetap Beroperasi Meski Disita

Surat tersebut juga mencatat keputusan Facebook yang membiarkan pengembang aplikasi mengumpulkan data teman-teman pengguna yang menjadi korban bocor data. Sampai 2015, Facebook tidak menghentikan praktik ini, sampai akhirnya Cambridge Anaytica telah mengakses 87 juta pengguna data Facebook melalui kuis kepribadian, yang dirancang oleh peneliti Universitas Cambridge Inggris, Aleksandr Kogan.

Undang-undang Perlindungan Data Inggris mengharuskan perusahaan untuk mendapatkan persetujuan pengguna untuk memproses data. Naik mengatakan, pada dasarnya Facebook sudah menyesatkan pengguna tentang apa yang mereka setujui. Pengguna bisa bebas memilih siapa saja yang dapat melihat postingan yang mereka buat. Namun tidak diduga, pengembang juga dapat menyaksikan postingan yang sudah diprivasikan.

Belum Tentukan Jadi Oposisi atau Gabung Pemerintah, Hanura Lihat Dinamika Politik

"Penggugat mencari jawaban yang rinci atas pertanyaan mengenai bagaimana data mereka dibagikan, siapa saja sebenarnya yang memiliki akses, dan bagaimana cara Facebook melindungi pengguna. Mereka menganggap bahwa bahasa Facebook mengenai data yang mereka berikan ke Cambridge Analytica sangat tidak jelas dan terbengkalai," ujarnya.

Naik yang juga menjadi pengacara David Carool, seorang profesor Amerika di The New School, mencari informasi tambahan mengenai sumber data yang digunakan perusahaan untuk mengembangkan prediksi politik. Klien Naik juga menuduh Facebook menyalahgunakan informasi pribadi, melanggar kepercayaan dan melanggar undang-undang privasi data.

Kantor Komisi Informasi mengumumkan niatnya untuk mendenda perusahaan setelah penyelidikan selama 18 bulan. Komite Parlemen di Inggris mengeluarkan laporan yang mengutuk tindakan Facebook dan menyarankan pemerintah melangkah lebih jauh dalam membangun tanggung jawab bagi perusahaan teknologi.

"Perusahaan harus menjawab individu yang datanya disalahgunakan. Ada satu konsekuensi ekonomi dari apa yang telah mereka lakukan, tetapi ada konsekuensi manusia juga," kata Naik.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya