- Pixabay
VIVA – Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan regulasi baru yang mengatur industri teknologi berbasis keuangan (financial technology atau fintech) pada pertengahan Agustus 2018.
Di mata Legal Service Partner Grant Thornton Indonesa, Kurniawan Tjoetiar, regulasi tersebut sudah menjaring banyak perusahaan yang bergerak di industri fintech. "Ini langkah yang bagus," kata dia di Jakarta, Rabu, 29 Agustus 2018.
Ia melanjutkan, Peraturan OJK No 13 Tahun 2018, ini menjadi hal paling mendasar untuk memperkenalkan regulatory sandbox. Menurut Kurniawan, konsep ini datang dari industri teknologi dan informasi seperti komputer yang membutuhkan laboratorium untuk uji coba segala sesuatunya sebelum fintech tampil ke publik.
Kurniawan menuturkan, dalam peraturan tersebut, ada pula kewajiban memiliki pusat data serta pemulihan bencana di Indonesia. "Itu ada di pasal 29 POJK 13/2018," jelasnya. Selain itu, juga ada pengertian fintech serta penekanan dari sisi inovasi.
Meski regulasi ini sudah berada di jalur yang benar, namun harus ada yang perlu dicatat. Ia menegaskan harus ada keseimbangan pengaturan dengan berjalannya inovasi dari fintech. "Jangan sampai over-regulated. Saya jamin inovasi tidak jalan," tuturnya.
Salah satu contohnya adalah sistem keamanan berbasis Blockchain yang bisa membuat server tersebar tidak hanya di satu tempat saja. Kurniawan menyatakan hal itu perlu diperhatikan oleh pemerintah. Grant Thorton merupakan konsultan bidang keuangan seperti asuransi dan pajak serta pendukung kebutuhan fintech.