e-Sports Identik dengan Kekerasan, Psikolog Ingatkan soal Ini

Pemain e-Sports PSG melakukan eksebisi di Singapura.
Sumber :
  • Adeboy

VIVA – e-Sports kembali disorot. Salah satunya karena Komite Olimpiade Internasional (IOC) resmi melarang game online tersebut lantaran didominasi aksi kekerasan dan ketidaksportifan. Meskipun semuanya itu dalam bentuk fantasi atau online.

Pembelaan Pelatih AC Milan Usai Inter Milan Pesta Juara di San Siro

Di mata Psikolog Anna Surti Ariani, harus ada pembatasan usia dan pendampingan saat menonton pertandingan e-Sports. "Sebenarnya, yang dibutuhkan itu kematangan luar biasa secara mental untuk bisa menelaah game yang mengandung kekerasan," ungkapnya di Jakarta, Jumat, 7 September 2018.

Anna melanjutkan bahwa usia yang matang memahami isi permainan itu ada pada usia anak SMA ke atas. Selain itu, e-Sports juga disorot karena kasus penembakan massal saat pertandingan di Florida, Amerika Serikat, beberapa waktu lalu.

Indonesia U-23 dalam Bahaya, Korea Selatan Catatannya Mentereng

Pada kesempatan yang sama, Komentator e-Sports, Gimas Primayudha, mengaku kecewa jika kejadian di AS harus disangkutpautkan dengan olahraga game online tersebut.

"Jelas kecewa. Di sini e-Sports yang disalahkan. Padahal kalau kita lihat individunya saja yang harus diubah perilakunya," kata Gimas. Ia melanjutkan konflik di dunia e-Sports memang ada. Hal itu bisa terjadi antara satu ataupun dengan gamers lainnya.

Keluar dari Zona Degradasi, Arema FC Fokus Tatap 2 Laga Sisa

Jika e-Sports dikaitkan dengan kekerasan, Gimas melihat bahwa hal itu hanya omongan saja. "Kasar dalam sebuah permainan itu dikembalikan lagi kepada masing-masing individunya," jelasnya. (ase)

Trent Alexander-Arnold saat Arsenal vs Liverpool

Trent Alexander-Arnold Siap Bangkitkan Juara Liverpool

Alexander-Arnold telah diberi peran bebas ketika Liverpool menguasai bola dan dia menjelaskan bagaimana Klopp menyuruhnya untuk bermain seperti gelandang.

img_title
VIVA.co.id
23 April 2024