Kejahatan Siber Kian Masif, Teknik Ini Diklaim Efektif untuk Deteksi

Ilustrasi serangan siber.
Sumber :
  • REUTERS/Amir Cohen

VIVA – Perkembangan teknologi digital yang sangat pesat selalu diikuti kemunculan ancaman baru di dunia siber. Ancaman keamanan di dunia siber terus beradaptasi dan berevolusi seiring perkembangan pesat teknologi digital. Padahal, di sisi lain, mitra bisnis penyedia solusi keamanan siber sangat terbatas.

Konsisten Mengomunikasikan Value Perusahaan, BRI Raih 6 Penghargaan di PR Indonesia Awards 2024

Menurut data International Data Corporation (IDC), mayoritas perusahaan di ASEAN termasuk Indonesia, masih fokus dalam keamanan operasional dasar. Hal ini belum di level pengelolaan yang baik dan teroptimalkan.

Dalam mengelola keamanan siber, sekitar 69,4 persen perusahaan di ASEAN terutama Indonesia, masih dalam tahap ad hoc. Hanya 0,2 persen perusahaan yang sudah mencapai tahap optimized. Padahal, ancaman keamanan siber kian masif dan meluas secara cepat.

Soal Lemahnya Penegakkan Aturan ke Tiktok, Ekonom Singgung Ambisi Jalur Sutra Tiongkok

Senior Research Manager for Consulting and Head of Operations at International Data Corporation Indonesia, Mevira Munindra, menuturkan, hampir 40 persen dari perusahaan global menilai teknik deteksi lanjutan (advanced detection technique) sebagai cara paling efektif untuk mendeteksi ancaman keamanan siber.

Ia mengatakan penilaian keamanan siber secara berkala dapat membantu perusahaan menggali jauh ke dalam langkah pertahanan maya dan menentukan apakah keamanan telah dilanggar atau dikompromikan.

RI Bisa Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Menteri Bahlil Beberkan Mekanismenya

Selain itu, Mevira menyebut bahwa ini akan membuat perusahaan tetap berada di atas risiko keamanan terbaru, dan tahu cara mengamankan sistem, data, dan jaringan, serta menempatkan perlindungan di tempat sebelumnya.

"Tapi sebelum melakukan peningkatan sistem keamanan siber, awalnya, perusahaan lebih dulu melakukan security assesement. Artinya, sebelum melakukan peningkatan sistem keamanan siber diperlukan informasi mengenai kondisi existing," kata dia, dalam keterangannya, Jumat, 21 September 2018.

Sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini ancaman keamanan siber terbesar berasal dari empat hal. Yakni, malware menambang uang kripto, supply chain attack atau peningkatan serangan siber yang menyuntikkan implan malware ke dalam rantai pasokan untuk menyusup ke organisasi yang tidak terproteksi.

Selanjutnya ransomware, di mana jumlah varian ransomware meningkat sebesar 46 persen, menunjukkan kelompok kriminal yang mapan masih cukup produktif, dan terakhir, penggunaan sistem operasi yang lebih lama secara berkelanjutan. Padahal ancaman siber semakin meningkat.

Sementara itu, Chief Product and Synergy Officer Telkomtelstra, Agus F Abdillah mengatakan, pemilihan teknologi atau solusi keamanan siber yang tidak tepat bisa berdampak besar, baik pemborosan sumber daya dan sistem atau jaringan perusahaan yang masih rentan.

"Karena itu, kami menghadirkan security assessment terhadap infrastruktur IT perusahaan sesuai dengan kebutuhan. Mulai dari security check-up, penetration testing, vulnerability assessment, hingga cloud risk assessment," jelas Agus.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya