Bagaimana Idealnya Setop Video Kekerasan di Media Sosial?

Ilustrasi video kekerasan
Sumber :
  • www.pixabay.com/TheDigitalArtist

VIVA – Viralnya video kekerasan terhadap suporter Persija, Haringga Sirila, menjadi perhatian publik. Kementerian Komunikasi dan Informatika sampai mengimbau untuk menghentikan penyebaran video kekerasan tersebut. Kominfo juga tak segan akan memolisikan penyebar video Haringga. 

Kondisi Anak Isa Bajaj Alami Kekerasan Kemaluan Ditendang, Sampai Periksa ke Poli Kandungan

Pegiat media sosial, Nukman Luthfie mengakui untuk menghentikan beredarnya video kekerasan di media sosial memang sulit. Sebagai platform, media sosial tak memiliki aturan etika baku yang mengikat seperti layaknya kode etik yang dipegang media mainstream di seluruh dunia. 

Tanpa aturan mengikat itu, tak heran video kekerasan bolak balik muncul di media sosial. 

Profil Daud Kim YouTuber Korea yang Dituding Bangun Masjid Hanya Demi Konten

Untuk itu, upaya yang bisa dilakukan untuk menekan munculnya video kekerasan di media sosial adalah terus mensosialisasikan edukasi ke pengguna, bahwa konten kekerasan tidak layak untuk menjadi bahan viral.

"Media sosial enggak ada aturan, sebab ini bukan organisasi. Sehingga mengimbau hal-hal video (kekerasan) dan semacamnya, ikutilah seperti kode etik. Hal-hal tabu jangan disebarluaskan, hal-hal yang mengerikan berdarah-berdarah enggak boleh disebarkan," jelasnya. 

Kronologi Anak Isa Bajaj Alami Kekerasan, Kemaluan Ditendang Hingga Berdarah-darah

Menurut Nukman, kecenderungan pengguna media sosial untuk memviralkan video kekerasan lantaran mereka minim edukasi. Mereka enggak paham mana saja yang pantas atau tidak pantas disebarluaskan. 

"Jadi asal posting. Kalau video porno jelas ada aturan, video kebencian itu ada aturannya ya itu regulasi hate speech. Video fitnah kan sudah ada juga," tuturnya.

Untuk itu, Nukman menyarankan tips supaya video kekerasan seperti Haringga tak lagi tersebar luas di media sosial. 

"Kalau dapat video itu (seperti kekerasan Haringga) jangan disebarin. Kan ada yang membuat video atau produser dan yang menerima video. Kalau menerima hapus saja dan jangan disebarin," jelasnya.

Hal tak kalah penting, menurutnya adalah aktif memberi tahu tentang konten kekerasan. Jadi sebaiknya pengguna jangan cuma menghapus tak menyebarkan video kekerasan. 

"Jangan diem saja, laporin dan ngasih tahu ke yang menyebarkan, eh itu enggak pantes dilakukan," katanya.

Dia juga mengharapkan pengguna media sosial memanfaatkan betul saluran pelaporan konten. Umumnya platform media sosial memberikan saluran pelaporan atau flagging dan semacamnya. 

"Orang terima sekaligus flag saja. YouTube gampang untuk dikasih flag, beberapa orang langsung gitu. Tapi di Twitter, Facebook viralnya lebih gampang. Khusus media sosial baiknya nge-flag, karena itu kan melanggar kebijakan komunitas," katanya. 

Nukman melihat dari sisi pemerintah atau lembaga terkait, sebaiknya terus makin mengencangkan edukasi ke pengguna internet soal etika bermedia sosial. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya