Kemenristekdikti Beberkan Program Pengembangan TIK

Anak-anak mengikuti pelatihan teknologi informasi dan komunikasi.
Sumber :

VIVA – Pemerintah telah menyiapkan sejumlah proyek untuk mengembangkan bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi menyediakan penelitian yang fokus pada bidang-bidang tertentu.

Investasi di Indonesia, Menperin Ingatkan Apple harus Penuhi Aturan TKDN

"Dalam konteks penelitian kita punya bidang fokus yang dilakukan sampai tahun 2045 atau sebutannya Roadmap 2017-2045, salah satunya ada TIK. Artinya, ini merupakan fokus riset kita," kata Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti, Muhammad Dimyati, di Jakarta, Selasa, 9 Oktober 2018.

Sedangkan, Kementerian Komunikasi dan Informatika menyiapkan sejumlah beasiswa untuk talenta di bidang TIK. Beberapa di antaranya program talent scholarship untuk 1.000 orang. Ada pula pendidikan S2 ke negara yang memiliki pertumbuhan TIK tinggi.

Revisi UU ITE Disahkan, Privy Siap Amankan Transaksi Keuangan Digital

"Kami sudah menyiapkan orientasi ke beasiswa S2. Kami arahkan ke negara dengan pertumbuhan TIK pesat. China dan India," ujar Kepala Bagian Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kominfo, Basuki Yusuf Iskandar.

Namun demikian, keduanya belum bisa memberikan angka pasti permintaan dan mahasiswa lulusan TIK. Basuki mengatakan bahwa lulusan  bidang TIK sudah tinggi, tapi untuk bekerja masih belum cocok dan kompetensinya belum memenuhi.

Kominfo Ancam Blokir 6 Platform Online Travel Agent yang Belum Daftar Sebagai PSE

Sedangkan, Dimyati menyatakan bahwa ada yang terlihat cenderung jenuh. Jadi distribusi lulusan untuk bekerja belum merata.

"Misalnya di Jawa jumlah lulusannya sudah tinggi, kebutuhan di luar banyak tapi belum banyak menyebar ke sana hanya fokus yang seperti itu bukan jenuh vertikal tapi jenuh horizontal," kata dia.

Dimyati menambahkan persebaran perguruan tinggi TIK juga belum merata di seluruh Indonesia, termasuk mahasiswa lulusan TIK tidak sedikit yang bekerja di luar jurusan kuliahnya.

"Tapi jumlah itu antara supply and demand masih kurang. Baru dari sisi jumlah belum dari kualitasnya, belum lagi orang yang keluar dari perguruan tinggi ICT itu belum tentu kerja di situ, itu persenannya juga tinggi. Secara nasional setahu saya belum terpenuhi," ujar Dimyati.

Melihat adanya industri luar yang bekerja sama dengan perguruan tinggi, keduanya melihat dengan positif dan sangat mendukung.

Namun, sisi lain, baik Dimyati dan Basuki, melihat harus ada keterlibatan lebih jauh dari industri untuk kampus-kampus yang ada di Indonesia. Basuki menyatakan bahwa masih belum cukup jika yang dihasilkan dari kerja sama masih kecil.

"Masalahnya enggak cukup. Enggak masif dan enggak menyentuh skala yang dibutuhkan," ujar Basuki. Sedangkan Dimyati melihat industri juga harus melibatkan diri, salah satunya dengan membantu anggaran penelitian. Ia mengatakan anggaran dari swasta masih 16 persen, sedangkan sisanya dari pemerintah.

"Itu satu-satunya anomali struktur anggaran penelitian di dunia. Bisanya di negara lain yang dominan swasta. Saya melihat cara mendorong industri agar terlibat dalam anggaran kepada siapapun yang meneliti, sehingga peran industri bisa lebih tinggi," jelasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya