Mengapa Orang Mudah Percaya pada Berita Hoax?

Berita hoax soal ganjil genap bagi kendaraan roda dua. (Foto ilustrasi).
Sumber :
  • @tmcPoldaMetro

VIVA – Maraknya kabar bohong di dunia maya belakangan ini, membuat tak sedikit orang terjebak. Mereka menganggapnya sebagai kebenaran, terlebih jika kontennya berisi informasi yang ia sukai. 

Isu Kandungan Bromat di Le Minerale Dicap Kominfo Hoax, Manajemen Kasih Penjelasan

Presidium Masyarakat Anti Fitnah Indonesia, Anita Wahid menegaskan, "Apapun yang dia terima, informasi selama masih pas dengan apa yang dia percaya, dia akan percaya walaupun beritanya palsu atau bohong," katanya di Jakarta, Selasa 16 Oktober 2018.

Sementara itu, tambah Nita, berita yang tidak cocok dengan apa yang dia percayai, walaupun memuat fakta dan data, bisa jadi tak akan ia terima. 

Pimpinan Al Zaytun Panji Gumilang Dituntut 1,5 Tahun Penjara

Pola pikir tersebut, bisa terjadi pada siapa pun. Tidak peduli usia, jenis kelamin, pendidikan dan latar belakang budayanya. Mereka jadi malas verifikasi terhadap suatu informasi.

“Jadi, enggak ngaruh pendidikan, asal bersedia ngecek berita terus-menerus, dan bersedia netral, saat ngecek berita. Itu yang berat banget,” ujar Anita.

Patroli Siber Perangi Hoax Pemilu

Pengamat media sosial, Nukman Luthfie menyatakan, akan sangat berbahaya jika hoax ini dipercaya oleh orang yang pekerjaannya berhubungan dengan orang lain. Seperti guru yang bisa saja menyebarkan informasi bohong pada anak muridnya.

“Sekarang, yang bahaya lagi kalau hoax dipercaya seorang guru atau pendidik, itu akan dibawa ke anak didiknya. Makanya, hoax yang diomongin hari ini efeknya ke generasi muda. Kalau anak termakan hoax karena pendidik, bisa kebayang anak mereka?” kata Nukman.

Meski begitu, Anita menambahkan, masih ada orang netral yang bersedia mengecek kebenaran dari informasi yang diterimanya. Namun, jenis orang ini juga semakin letih melihat keadaan sekarang.

Menurutnya, orang-orang yang netral itu memang harus gigih dan tidak menyerah.

Presidium Mafindo, Harry Sufehmi menyatakan, menurut salah satu riset di Amerika Serikat, tidak butuh banyak usaha membasmi hoax di media sosial, melainkan cukup satu atau dua orang saja.

“Kita join lagi dengan grup-grup yang hoax itu, kita harus basmi. Teknologi berusaha mengejar untuk ini, tetapi kita bisa bergerak langsung,” kata Harry.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya