Perusahaan Jerman Ini Sebut Revolusi Industri 4.0 Banyak Spekulasi

Peresmian laboratorium pengujian ban TUV Rheinland di Indonesia.
Sumber :
  • Toto Pribadi/VIVA.co.id

VIVA – TUV Rheinland adalah perusahaan penyedia sertifikasi, pengujian dan inspeksi, yang bisa memenuhi berbagai standar di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Rektor IPDN Mendorong Kesiapan Hadapi Revolusi Industri

Sebelum pabrik melempar barang produksi ke publik, TUV berperan sebagai penguji. Awalnya, mereka hanya perusahaan yang melakukan pengujian terhadap mesin uap. Namun, seiring berjalannya waktu mereka telah beralih ke jalur digital.

Chief Operating Officer TUV Rheinland, Ralf Scheller mengatakan, perusahaannya membangun infrastruktur platform agar bergerak secara aman di dunia Internet of Things (IoT).

Demi Pasar, Hotel Kapsul Berbasis IoT di Jakarta Ganti Nama

Menyinggung soal revolusi industri 4.0, Ralf mengaku ingin membantu industri menemukan 'jati diri dan peran' mereka.

"Setiap orang berbicara revolusi industri 4.0. Tapi tidak ada definisi jelas sehingga banyak spekulasi. Di sini kami membantu mereka, mulai dari dukungan sampai menyediakan apa yang mereka butuhkan," kata dia di Jakarta, Jumat, 2 November 2018.

Butuh Perjuangan untuk Mentransformasi Budaya ke Digitalisasi

Setiap negara memiliki regulasi yang berbeda, mengingat revolusi industri 4.0 ini baru memasuki fase awal. Dengan demikian dunia perlu melakukan harmonisasi untuk mempermudah komunikasi antara pelaku industri untuk standar keamanan.

"Setiap dari mereka perlu pemikiran apa saja masalah yang bakal muncul, bagaimana mitigasinya. Lalu, mereka akan dilatih untuk mempersiapkan diri menuju revolusi industri 4.0, serta membangun pola pikir sebagai pendukung," ujarnya menjelaskan.

TUV Rheinland memiliki pengalaman hampir 150 tahun di bidang keselamatan industri, dan sudah 20 tahun di bidang keamanan siber. Tujuannya adalah untuk mengamankan proses transformasi digital, juga untuk memenuhi standar internasional.

Perusahaan asal Jerman ini juga membuka kantor perwakilan di beberapa kota di Indonesia. Dalam lima tahun ke depan mereka memperkirakan terdapat 500 device yang dimiliki per orang. Fenomena ini disebut menimbulkan bahaya keamanan. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya