Ilmuwan: Kiamat Belum Akan Terjadi 5 Miliar Tahun ke Depan

Ilustrasi kiamat.
Sumber :
  • http://www.evogood.com

VIVA – Pandangan tentang akhir dunia yang banyak kita dengar selama ini cenderung ekstrem. Jagad raya digambarkan sangat kacau, gempa dahsyat di darat, badai di laut, gunung meletus, langit terbelah, dan manusia dalam keadaan tak berdaya dikepung bencana. Sebagai umat beragama, kita meyakini hari itu kiamat.

Kerusakan Iklim dan Alam Jadi Tanda Kiamat? Begini Penjelasan Al Quran dan Sains

Meski peristiwa kiamat menjadi teka-teki terbesar umat manusia, dan untuk memahaminya lebih banyak menggunakan pendekatan agama, para ilmuwan bukan berarti tak memiliki pengamatan dari sudut pandang sains.

Untuk menjawab pertanyaan tentang akhir dunia itu, sejumlah pakar dari cabang ilmu ekologi, palaeobiologi, ilmu atmosfir, geosains, mengungkapkan pandangannya. Mereka memberikan rentang pendapat yang luas dan beragam. Laman Gizmodo menayangkan hasil pernyataan ilmuwan-ilmuwan itu, di antaranya VIVA rangkum berikut ini:

Begini Tampilan Gerhana Matahari Total dari Luar Angkasa

Jan A. Zalasiewicz, Profesor Palaeobiology, University of Leicester, mengemukakan pendapatnya: "Bumi adalah bola batu yang besar, dan ia akan tetap ada hingga lima miliar tahun ke depan, sampai matahari menjadi raksasa merah dan meledakkannya," katanya.

Zalasiewicz melanjutkan, "Anda bisa mengalami segala macam pergolakan dan perang yang menghanguskan Bumi, tapi Anda selalu dapat mengandalkan alam yang tumbuh kembali."

BMKG: Kalimantan Diguncang Tujuh Kali Gempa pada 29 Maret-4 April 2024

Sejak berakhirnya zaman Holosen, dunia yang kita tempati sekarang ini telah berubah, menurut Zalasiewicz. Kita dapat melihat tandanya dari perubahan iklim yang tampak jelas. Suhu Bumi memanas, es di kutub mencair, mulai lebih banyak laut dibanding daratan, hutan dan savana berubah menjadi perkotaan dan lahan pertanian.

Semua perubahan itu sedang berlangsung, efektif dan permanen, dan hampir dipastikan akan meningkat, namun akhirnya akan stabil kembali. Begitulah cara Antroponsentris melihat, bahwa akhir dari satu dunia adalah awal bagi dunia lain.

Timothy Morton, profesor Bahasa Inggris  Universitas Rice, dan penulis buku Ekologi dan Ekologi Gelap, menyatakan:

Dari sudut pandang ekologis, biosfer tidak lagi dapat diandalkan. Badai yang menakutkan terjadi, sabuk Mediterania meledak menjadi api.

Ketika dunia berakhir, Anda sudah mati, itu adalah akhirat, yang mana merupakan sejarah nyata bagi manusia akhirnya bisa berkolaborasi dengan dasar yang lebih setara dengan non-manusia.

Katharine Hayhoe, Ilmuwan Atmosfer dan Profesor ilmu politik di Texas Tech University, sekaligus Direktur Pusat Ilmu Iklim

"Kita tidak dapat membayangkan akhir peradaban, bahkan meski semakin banyak novel dan film menggambarkan visi grafisnya," katanya.

Menurut Hayhoe, planet ini telah bertahan terhadap banyak kondisi ekstrem yang lebih parah di masa lalu.

"Itulah kenapa saya melakukan pekerjaan yang saya tekuni, untuk mengeksplorasi dampak dari berbagai skenario di masa depan. Untuk mengukur dua, tiga, atau empat derajat risiko kekeringan kita, ketersediaan energi, pasokan air. Hanya dengan memahami risiko yang akan kita hadapi, kita dapat menghindarinya," kata Hayhoe.

Michael Mann, Profesor Ilmu Atmosfir dan Direktur Pusat Ilmu Sistem Bumi di Penn State, berpendapat:

Kerusakan di muka Bumi mungkin saja terus terjadi, selama kita tak berhenti menggunakan bahan bakar fosil kita dengan boros. "Pilihannya ada pada kita. Kita masih bisa menghindari masa depan ini jika mempercepat transisi yang sudah berlangsung dari bahan bakar fosil menuju energi terbarukan," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya