Likuifaksi Sebabkan Krisis Air Bersih sampai Hambat Proses Evakuasi

Warga memasang tulisan doa untuk keluarganya di lokasi terdampak pergerakan atau pencairan tanah (likuifaksi) di Balaroa Palu, Sulawesi Tengah
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yusran Uccang

VIVA – Fenomena likuifaksi atau pencairan tanah yang terjadi di kota Palu, Sulawesi Tengah, disebabkan oleh gempa bumi berkekuatan 7,4 skala richter (SR). Fenomena ini dinilai lebih parah dibanding bencana likuifaksi di beberapa daerah, karena pusat gempa yang ada di daratan.

Jokowi Resmikan 147 Bangunan yang Direhabilitasi Pasca Gempa di Sulawesi Barat

Padahal sebelumnya gempa bumi juga pernah terjadi di Aceh, Padang, Bengkulu, Bantul dan Lombok. Pakar Likuifaksi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Adrin Tohari mengatakan, likuifaksi terjadi akibat lapisan tanah yang bersifat pasir.

Lalu, di bawahnya terdapat air tanah dangkal yang kedalamannya kurang dari empat meter dari permukaan tanah. "Likuifaksi terjadi saat gempa bumi, kalau tidak gempa itu namanya tanah bergerak. Saat terjadi gempa maka tanah pasir akan tercampur dengan air," kata dia di Jakarta, Rabu, 14 November 2018.

Gempa di Taiwan, 18 Orang Masih Hilang

Adrian melanjutkan, ketika tanah pasir tercampur air, seolah-olah berubah menjadi cairan pasir yang mengalir. "Mengalir itu hanya ketika ada bidang yang miring di bawah permukaan. Kalau tidak, ya, hanya semburan pasir," ungkapnya.

Bencana ini, lanjut Adrian, bisa terjadi saat kekuatan gempa melebihi 6 SR dengan durasi lebih dari satu menit. Karena guncangan itu membuat tekanan air meningkat, sehingga melepaskan partikel tanah. Fenomena likuifaksi juga dapat berpengaruh ke dalam beberapa hal.

Gempa Magnitudo 6 Guncang Jepang, Tak Ada Peringatan Tsunami

Akibat likuifaksi maka yang terjadi adalah krisis air bersih. Semburan pasir bisa menyebabkan sumur tersumbat pasir. Lalu, bisa juga krisis bahan bakar minyak dan kabel listrik yang ditanam di dalam tanah bisa putus sehingga menjadi krisis listrik.

"Dampaknya banyak dan bisa menghambat proses evakuasi," jelas dia. Kendati demikian, likuifaksi bisa dihindari dengan cara menghindari daerah tersebut. Masyarakat bisa mempelajari peta wilayah yang menyediakan kondisi geologi dan hidrologi.

Selanjutnya, kata Adrian, membuat bangunan tahan likuifaksi dengan menggunakan fondasi matras dan bahan yang fleksibel seperti kayu. "Bisa juga dengan cara memperbaiki kualitas tanah. Untuk meningkatkan kepadatan dan kekuatan tanah bisa menggunakan semen. Lalu, untuk mengontrol tekanan air tanah bisa gunakan drainase vertikal," papar dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya