Terkuak, Ini Senjata Pamungkas Baru Memenangkan Pemilu 2019

Petugas KPPS membantu seorang penyandang disabilitas Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) membuka surat suara di bilik suara saat simulasi pemilu bagi ODGJ di Kota Blitar, Jawa Timur.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Irfan Anshori

VIVA – Praktik pengumpulan data secara masif tidak hanya terjadi di luar negeri, tetapi juga di Indonesia. Mereka bertindak dengan berbagai cara dan memanfaatkan momentum, baik yang datang dari instansi pemerintah maupun swasta.

Menerapkan Perlindungan Data Pribadi Bukan Tugas yang Mudah

Pengumpulan data yang dilakukan pemerintah contoh mudahnya yang kerap dialami masyarakat adalah sensus penduduk, KTP elektronik (e-KTP), registrasi prabayar, proyek smart city, hingga pemilihan umum pada 2019.

Bicara mengenai pemilu, banyak dari masyarakat yang belum tahu bahwa data yang mereka kumpulkan ke pemerintah juga sampai ke tangan seluruh partai politik. Hal ini mengacu pada ketentuan Pasal 201 ayat 8 UU Nomor 7 Tahun 2017 mengenai Pemilihan Umum.

3 Langkah Antisipasi Ancaman Kejahatan Siber

Di mana sudah menjadi ketentuan undang-undang bahwa penyelenggara pemilu harus menyerahkan salinan data pemilih kepada semua partai politik peserta pemilu. Data yang diberikan juga termasuk kepada Nomor Identitas Kependudukan (NIK) dan nomor Kartu Keluarga (KK).

Di mata Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi Djafar, data-data yang dikumpulkan oleh partai politik akan menjadi big data dan sangat bisa dimanfaatkan untuk kepentingan pemilu.

Para Agen Dikerahkan untuk Bantu Bagi-bagi Paket

"Big data akan digunakan sebagai senjata pamungkas atau strategi baru untuk memenangkan pertarungan di pemilu nanti," kata dia kepada VIVA, Kamis, 20 Desember 2018.

Berdasarkan pengalamannya, pesta demokrasi di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, juga menggunakan big data sebagai strategi pemenangan pemilu.

"Situasi ini tentu menjadi ancaman eksploitasi data pribadi masyarakat, termasuk di Indonesia," jelas Wahyudi. Lalu, muncul desakan dari banyak pihak untuk menyembunyikan NIK dan NKK.

Dengan begitu muncul Peraturan Komisi Pemilihan Umum untuk menutup tiga angka pada NIK dan empat angka pada KK. Hal ini karena dikhawatirkan dengan terbukanya data pribadi masyarakat bisa mengidentifikasi seseorang dengan mudah. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya