UU ITE Seharusnya Masuk Hukum Perdata, Bukan Pidana

Foto Ilustrasi Pengadilan
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Ketua Paguyuban Korban UU ITE (PAKU ITE), Muhammad Arsyad, mendorong agar Undang-undang ITE dijadikan hukuman perdata, bukan lagi pidana. Dengan begitu, jika ada kasus, kedua belah pihak baik penggugat maupun tergugat, bisa berbicara mengenai laporan hingga dampak dari masalah tersebut.

Viral Motor Matik Diisi Minyak Kayu Putih Campur Bensin, Ini Kata Pakar

“Karena perselisihan ini jangan selalu melibatkan negara untuk menjadi benteng dari perselisihan antar warga. Tetapi ayo dibawa ke ranah perdata supaya dia beradu si penggugat maupun tergugat bisa mengungkapkan apa yang dia laporkan, apa yang kerugian dan dampak dari itu,” kata dia di Jakarta, Jumat, 8 Maret 2019.

Arsyad berpendapat, ujaran kebencian maupun hoax yang marak muncul akhir-akhir ini, berasal dari akun-akun anonim. Dengan demikian, yang semestinya dikenai hukuman bukan saja pelaku atau pengguna, tetapi juga penyedia layanan media sosial karena tidak bisa menjaga kedamaian di platformnya.

Geger Seorang Remaja Alami Hal mengerikan Ini Gegara Ikut Challenge di Sosmed

Pasal yang sering digunakan dalam UU ITE adalah 27 ayat 3 dan saat ini juga ada yang memakai pasal 28 mengenai ujaran kebencian. Akan tetapi terkadang penggunaan pasal-pasal pada aturan tersebut dirasa tidak tepat.

Misalnya pada kasus aktivis HAM, Robertus Robet yang terkena jeratan UU ITE. Namun karena dia tidak memviralkan orasinya, tuntutan itu batal sehingga menggunakan Pasal 207 KUHP.

Siap-siap Kesal Baca Berita tentang Model Ini

“Jadi kebanyakan kasus yang tidak mendapatkan perhatian publik, itu oknum penegak hukum seenaknya memasukkan pasal-pasal yang menurut hemat kita enggak benar,” ujarnya.

Arsyad lantas mengatakan soal revisi UU ITE pada 2016 lalu. Menurutnya tidak ada perbaikan, kecuali hanya pengurangan masa hukuman. Lama kurungan dari enam menjadi empat tahun dilakukan agar tidak ada proses penahanan di kepolisian.

Selain itu, banyak korban yang terjerat undang-undang ITE rata-rata terkena hukuman percobaan ataupun bebas.

“Buktinya bisa dibilang 90 persen orang-orang yang terjerat undang-undang ITE rata-rata hukuman percobaan atau bebas. UU ITE ini selalu hadir untuk membungkam atau upaya yang dilakukan oleh penguasa, pemilik modal dan aparat membungkam hal yang dianggap publik tidak layak,” kata Arsyad.

Untuk para pengguna media sosial, dia berpesan agar berhati-hati di dunia maya. Karena siapa pun bisa terjerat UU ITE. Sedangkan bagi pemerintah dan DPR, Arsyad menginginkan supaya mau mengoreksi aturan itu.

“Karena undang-undang ini adalah diktator di jaman milenial kalau dulu hanya ada Soeharto sekarang ada ketiga oknum penguasa, pemilik modal dan aparat yang bisa menggunakan undang-undang ini untuk membungkam suara-suara yang mengkritisi pemerintah,” kata Arsyad.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya