Usai Insiden Bukalapak, Badan Siber Perketat Keamanan E-Commerce

Ilustrasi transaksi e-commerce.
Sumber :
  • www.pixabay.com/StockSnap

VIVA – Pelaksana Tugas Deputi Bidang Proteksi Badan Siber dan Sandi Negara, Agung Nugraha mengatakan telah menghubungi Bukalapak terkait laporan insiden peretasan. Bukalapak beberapa waktu mengatakan memang mengalami upaya peretasan namun hal itu terjadi dua tahun lalu. 

Jembatani Kesenjangan Akses E-Commerce Daerah Non-Urban, Clubb Kyta Gandeng Mahasiswa

"Begitu kita tahu adanya insiden tersebut, kami secara proaktif hubungi Bukalapak," katanya di kantor BSSN, Jakarta, Selasa 26 Maret 2019. 

Dengan adanya kejadian ancaman siber tersebut, Agung mengatakan, memang diperlukan kolaborasi. Namun untuk kejadian ini, Bukalapak menanganinya secara mandiri. 

Lebaran Pengeluaran Membengkak? Ini 7 Tips Menyiasatinya Biar Lebih Hemat

Agung mengakui, sektor e-commerce memang menjadi salah satu perhatian BSSN. Alasannya ada nasib banyak orang termasuk data yang disimpan. 

"Permasalahan untuk e-commerce akan semakin kompleks ke depannya, khususnya insiden yang terjadi belakangan ini. Contoh kasus Bukalapak," ujar Agung. 

Integrasi TikTok Shop-Tokopedia Rampung, Kemendag Pastikan Awasi Ketat Transaksi

Dia menjelaskan, badan siber membuat regulasi yang mengatur standar-standar kriteria serta sistem informasi yang ada pada e-commerce dan marketplace. Regulasi itu termasuk proteksi terhadap sistem mereka. 

Agung mengingatkan kepada platform penjualan harus mengedepankan perlindungan sistem. Bukan hanya layanan yang diberikan pada masyarakat. 

"Dari apa, data bridge, apa sih yang diambil selain dari informasi data bisnisnya, juga informasi data pribadi kita," ujarnya. 

Lebih lanjut Agung mengatakan, masalah perlindungan data ini akan berkaitan dengan sejumlah peraturan. Pertama UU Perlindungan Data Pribadi yang saat ini masih digodok di pemerintahan. 

"Lebih lanjut kaitannya GDPR (General Data Protection Regulation) di Eropa. Ini harus diperhatikan juga oleh pelaku e-commerce di Indonesia sanksinya cukup berat, 4 persen dari nilai bisnis mereka itu bisa jadi penalti," kata Agung. (dhi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya