Racun di Sampah Elektronik, Smartphone Bekas Jadi Medali Olimpiade

Ilustrasi sampah smartphone
Sumber :

VIVA – Jepang, tahun depan akan menerima ‘tamu’ ribuan atlet dari seluruh dunia karena menjadi tuan rumah dari perhelatan olah raga skala internasional, yakni Olimpiade Tokyo 2020. 

Akan Ada 2 HP Baru yang Meluncur Abis Lebaran

Di balik segala rupa persiapan yang dilakukan, ada yang menarik perhatian dunia, yakni Panitia Penyelenggara Olimpiade Tokyo 2020 ini berkomitmen akan menggunakan materi daur ulang dari smartphone bekas dan sampah elektronik lain untuk bahan pembuatan medali. 

Dalam pers rilis dari PT ARAH Environmental Indonesia pada 22 April 2019, disebutkan bahwa perhelatan tersebut membutuhkan setidaknya 5.000 medali emas, perak dan perunggu. 

Apple Kehilangan Posisi sebagai Perusahaan Smartphone Teratas, Kalah Saing dengan Samsung

Apa yang dilakukan oleh Panitia penyelenggara Olimpiade Tokyo 2020 ini membuat terhenyak banyak pihak. Pasalnya, yang didaur ulang tersebut berasal dari sampah elektronik (e-waste) yang merupakan salah satu jenis Bahan Berbahaya dan Beracun atau sampah. 

Tapi di sisi lain, inisiatif ini juga bisa menginspirasi. Karena ketika sampah, mulai dari smartphone bekas, sampah elektronik lainnya, termasuk kamera digital, handheld game, dan laptop dikelola dengan baik, maka masih dapat dimanfaatkan. Salah satu contohnya adalah medali Olimpiade ini. 

Xiaomi Rilis Redmi Note 13 Pro Plus 5G: Desain Unik, Performa Gahar dan Harga Terjangkau

Jumlah sampah elektronik (e-waste) setiap tahun terus bertambah. Berdasarkan data dari PBB, masyarakat dunia menghasilkan 44,7 juta ton sampah elektronik pada 2016, angka yang terus menanjak antara 3 persen hingga 4 persen setiap tahun. Sampai 2021 nanti, jumlah sampah elektronik diperkiraan mencapai 52 juta ton. 

Inisiatif seperti yang dilakukan panitia Olimpiade Tokyo 2020, bisa jadi sangat membantu, dengan mengelola sampah elektronik yang sebenarnya termasuk Bahan Berbahaya dan Beracun atau limbah B3. 

Di Indonesia sendiri, pengetahuan terhadap e-waste ini masih sangat minim. Contohnya dapat kita lihat dari berapa banyak smartphone yang sudah tidak terpakai namun masih disimpan.

Padahal, smartphone termasuk Bahan Berbahaya dan Beracun atau limbah B3, yang mengandung Arsenic, PCBs dan Kadmium. 

Arsenic misalnya, risiko yang bisa ditimbulkannya bukan semata gangguan metabolisme di dalam tubuh manusia ataupun hewan, ini juga dapat mengakibatkan keracunan bahkan kematian.

Lalu ada PCBs yang akan membuat persisten di lingkungan, dan mudah terakumulasi dalam jaringan lemak manusia dan hewan. Akibatnya, mengganggu sistem pencernaan dan bersifat karsinogenik.

Sementara itu, Kadmium, yang biasa digunakan untuk pelapisan logam, terutama baja, besi dan tembaga, bersifat iritatif. Dalam jangka waktu lama akan menimbulkan efek keracunan, dan gangguan pada sistem organ dalam tubuh manusia dan hewan.

Berdasarkan data Canalys, jumlah smartphone yang dikapalkan ke Indonesia selama tahun 2018 mencapai 38 juta. Sedangkan data dari Gartner menyebutkan bahwa secara global total volume penjualan smartphone mencapai 384 juta, mewakili 84 persen dari total penjualan perangkat ponsel. 

Untuk penjualan semua ponsel, termasuk feature phone, Gartner mencatat angka 455 juta pada kuartal pertama 2018. Jumlah ini hampir dua kali lipat dari total populasi Indonesia. 

Kondisi tersebut membuat sampah smartphone terus meningkat. Tapi, tak bisa sepenuhnya disalahkan kepada konsumen. 

Menurut Rosa Ambarsari, Kepala Seksi Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, produsen dalam hal ini juga ikut bertanggung jawab atas hal ini. “Jadi bukan saja terhadap emisi, effluent dan sampah yang dihasilkan selama proses produksi, tetapi juga memasukkan manajemen produk terhadap produk yang telah dibuang oleh konsumennya,” ujarnya.

Rosa menambahkan, selain produsen, distributor sampai industri rekondisi juga bertanggung jawab untuk mengelola sampah dan sampah yang dihasilkan, sesuai dengan Permen LH No.18/2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Sampah. 

Hal senada disampaikan oleh Gufron Mahmud, Direktur Utama PT Arah Environmental Indonesia yang juga pemerhati lingkungan. Menurutnya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menangani sampah B3 seperti smartphone bekas dengan baik dan benar. 

Dimulai dari memisahkan smartphone bekas dengan sampah rumah tangga lainnya, hingga mengumpulkannya ke dalam satu tempat khusus sebagai penampungan sementara. Misalnya di setiap RW ada tempat khusus. Setelah itu, smartphone bekas dapat dikirim ke tempat pengolahan sampah yang sudah memenuhi standar dan berizin. 

“Kami sangat mendukung kebijakan pemerintah dengan mengambil peran dalam memberikan edukasi kepada para pihak yang menghasilkan sampah termasuk smartphone bekas. Dan untuk pengelolaan sampah seperti smartphone bekas yang ada di perumahan, apartemen, perkantoran atau perusahaan, kami memberikan solusi pengelolaan melalui layanan ECOFREN,” ungkap Gufron. 

Sebagai perusahaan yang bertugas mengelola sampah, Arah Environmental Indonesia (PT. ARAH) sendiri sudah memiliki izin seperti yang disyaratkan oleh pemerintah untuk perusahaan yang menyediakan solusi terpadu pengelolaan sampah dan sampah sesuai standar pengendalian lingkungan hidup. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya