Masa Tunggu Hasil Pemilu 35 Hari Kelamaan, Padahal Bisa Satu Minggu

Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilu 2019.
Sumber :
  • NTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

VIVA – Indonesia dinilai mampu menggelar pemilihan umum lewat pemungutan suara elektronik atau e-voting, meski tidak dalam waktu dekat. Tetapi, penerapan pelaporan dengan menggunakan teknologi e-rekapitulasi bisa dilakukan untuk mengurangi beban petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara atau KPPS.

Luhut Ungkap Rencana China Tanam Ratusan Hektare Padi di Kalimantan

Menurut Co-Founder KawalPemilu.org, Elina Ciptadi, penggunaan teknologi e-rekapitulasi atau e-voting pasti akan mahal di awal. Sebab, banyak infrastruktur baru yang harus disediakan.

"E-rekapitulasi akan sangat mengurangi masa tunggu. Apalagi, pemilu kemarin, kan, lamanya 35 hari untuk tahu betul hasilnya," kata dia di Jakarta, Rabu malam, 29 Mei 2019.

Hakim Saldi Isra Sebut MK Bukan Keranjang Sampah untuk Tangani Masalah Pemilu

Elina mengatakan, masa tunggu yang lebih dari satu bulan itu sangatlah panjang. Hal ini menyebabkan banyak disinformasi yang berkembang di masyarakat, sembari menunggu hasil perhitungan manual dari Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Ia mencontohkan pada Pemilu 2014, di mana KawalPemilu.org sudah menerapkan teknologi yang bisa menyelesaikan pekerjaannya kurang dari satu minggu.

Manipulasi Putusan MK soal Pilpres Lalu Diunggah di Tiktok, Pria di Riau Diciduk Polisi

"Tiga puluh lima hari itu masa tunggu yang sangat panjang. Bayangkan, kalau kita sudah dapat penetapan dari KPU dalam waktu tujuh hari," tuturnya.

Menurutnya, dengan kombinasi pekerjaan antara manusia dan teknologi bisa membuat tabulasi jauh lebih cepat dan akurat. Kendati demikian, Elina mengaku tidak menerima rekapitulasi untuk tingkat kelurahan, kecamatan hingga kabupaten/kota.

Karena, KawalPemilu punya asumsi jika perhitungan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) akurat, dipastikan level nasional juga sama.

Dengan begitu, kata Elina, perlu pembahasan lebih lanjut tentang penggunaan sistem rekapitulasi manual berjenjang di kemudian hari.

"Karena, datanya bisa diagregasi di sistem. Pada sistem itu kenapa kita enggak terima rekapitulasi tingkat kelurahan, kecamatan maupun kabupaten/kota, karena kalau datanya di TPS benar semua dan data TPS lengkap, maka data nasionalnya kita bisa langsung tahu saat itu juga," jelas dia. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya