RUU Data Pribadi, Harus Bedakan Mana Boleh Diakses Bebas dan Tidak

Ilustrasi data pribadi.
Sumber :
  • Instagram/@accumepartners

VIVA – Perusahaan riset pemasaran Deka menyebut Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi harus bisa membedakan mana data pribadi yang boleh diakses bebas dan tidak.

Menerapkan Perlindungan Data Pribadi Bukan Tugas yang Mudah

Menurut Direktur Riset Deka, Mamik S. Leonardo, aturan ini harus dapat membedakan jenis atau karakter informasi yang ada, termasuk keberadaan izin dari pemilik informasi.

"Kalau itu memungkinkan. Jadi jenis atau karakter informasi apa yang bisa dipublikasi ke publik atau diakses secara umum tanpa ada personal permission, dan mana yang sifatnya harus ada personal permission," kata dia di Jakarta, Senin, 8 Juli 2019.

Kolaborasi Menciptakan Inovasi Menyesuaikan UU Perlindungan Data Pribadi

Mamik menuturkan jika data pribadi sudah seharusnya dilindungi dari siapa pun. Artinya, tidak boleh secara bebas bisa diakses.

Namun, jika setiap data, baik yang personal atau publik bisa diakses secara bebas, maka hal itu tidak dapat dibedakan informasi apa yang bisa dikonsumsi oleh publik atau tidak.

AI Bisa Lindungi Data dari Hacker

"Nah, kalau misalnya setiap data dari setiap orang itu terakses secara bebas dari pihak luar. Itu enggak bisa dipilah-pilah mana yang untuk konsumsi publik dan mana yang enggak boleh," papar Mamik.

Hingga saat ini RUU Perlindungan Data Pribadi belum disahkan, dan baru akan dibawa ke DPR. Facebook Indonesia pernah bilang kalau mereka mendukung aturan tersebut.

Kepala Kebijakan Publik Facebok Indonesia, Ruben Hattari, melihat makin canggihnya teknologi serta masyarakat yang melek digital, maka mau tidak mau harus ada aturan yang melindungi data pribadi.

"Kami pun mendorong untuk segera disahkannya RUU Perlindungan Data Pribadi menjadi UU," jelas Ruben.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya