Dua Hal Ini Dinilai Jadi Penghambat Smart City

Ruagan Jakarta Smart City/Ilustrasi.
Sumber :
  • ANTARA/Widodo S Jusuf

VIVA – Konsep kota pintar (smart city) dibuat berdasarkan enam pilar, yakni smart governance (pemerintahan transparan, informatif, dan responsif), smart people (peningkatan kualitas SDM dan fasilitas hidup layak), dan smart living (mewujudkan kota sehat dan layak huni).

Jokowi Minta Bos Apple Bantu Pengembangan Smart City di IKN

Kemudian, smart mobility (penyediaan sistem transportasi dan infrastruktur), smart economy (menumbuhkan produktivitas dengan kewirausahaan dan semangat inovasi), serta smart environment (manajemen sumber daya alam ramah lingkungan).

Dengan menggunakan teknologi informasi, konsep ini bertujuan memaksimalkan layanan publik dan memberikan solusi beragam masalah, khususnya di ibu kota negara seperti Jakarta. Selain itu, smart city dibuat transparan dan kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta dengan memanfaatkan teknologi.

Perusahaan Teknologi Jepang Siap Bantu IKN Jadi 'Smart City'

Mengenai smart people, Budi Susilo Soepandji mengatakan, Indonesia harus punya konsep seperti 'pabrik yang memproses manusia' atau human process factory, yaitu yang miskin menjadi kaya, bodoh menjadi pandai.

"Dalam pembangunan manusia dan ekonomi perlu dilakukan pemerataan. Perlunya membangun smart city dan smart people di setiap provinsi di Indonesia. Jadi nantinya tidak semua terkonsentrasi hanya di Pulau Jawa," kata dia, kala berbincang dengan VIVA dan sejumlah media lain di Jakarta, Rabu, 24 Juli 2019.

Membangun IKN jadi 'Smart City'

Oleh karena itu, mantan gubernur Lembaga Ketahanan Nasional periode 2011-2016 ini menyebut untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat mutlak dibutuhkan sebuah kolaborasi, sehingga jangan sampai pengertian kebangsaan atau nation menjadi eksklusif yang menjadi penghambat dalam membangun bangsa.

Pada kesempatan yang sama, mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi era Presiden Abdurahman Wahid, Muhammad AS Hikam, menilai pemerintah harus konsisten jika benar-benar ingin menerapkan smart city. Sebab, sebagai ibu kota negara, Jakarta seharusnya sudah menjadi smart city beberapa tahun lalu.

"Jakarta itu, kan, masyarakatnya plural dengan infrastruktur inti yang lebih baik dari daerah-daerah lain. Saya melihat yang menghambat, ya, birokrasi, inkonsistensi, dan infrastruktur pendukung. Bukan masyarakatnya," jelas Hikam.

Ia melihat saat ini jumlah penduduk di Indonesia didominasi oleh generasi produktif, salah satunya milenial. Dengan demikian, Hikam menilai mereka mendukung penuh status Jakarta sebagai kota pintar.

Konsep smart city ini juga dibahas di dalam buku "Bringing Civilizations Together" karya pengusaha SD Darmono. Baik Budi maupun Hikam memandang bahwa buku ini bercerita mengenai semangat dan optimisme dalam upaya mengatasi berbagai persoalan, terutama membina manusia sebagai kunci peradaban.

"Mulai dari membangun SDM yang unggul, mengolah tata ruang, membangun smart city dan smart people hingga tantangan industri 4.0. Di dalam buku ini juga muncul istilah 'human processing factory', yang artinya membina manusia adalah kunci peradaban," ungkap Budi, yang diamini Hikam.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya