Blokir IMEI Harusnya di Tingkat Penjual, Jangan Konsumen

Cocokkan IMEI pada kemasan dan bodi.
Sumber :
  • Forumjualbeli.net

VIVA – Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, menegaskan jika pemblokiran International Mobile Equipment Identity (IMEI) yang bertujuan untuk menekan peredaran ponsel ilegal (black market/BM) di Indonesia, harus sampai ke toko atau outlet resmi produsen ponsel.

Parkir Liar Kian Menjamur di Minimarket, Seperti Apa Aturannya?

Menurutnya, apabila ponsel sudah sampai ke tangan konsumen maka pemblokiran tidak bisa dilakukan. "Kalau sudah sampai ke konsumen (dibeli), ya, enggak bisa main blokir. Itu enggak boleh, karena konsumen enggak paham kayak gitu-gitu. Di sini yang seharusnya mekanisme itu diatur," kata dia kepada VIVA, Rabu, 7 Agustus 2019.

Heru juga mendorong supaya seharusnya Kementerian Perdagangan yang mengambil peran aktif lebih dahulu dalam hal pemberantasan ponsel ilegal. Setelah itu baru kemudian tugas Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Peringati Hari Konsumen Nasional, Mendag Zulhas: Pengusaha Curang Membunuh Usahanya Sendiri

Artinya, ia melanjutkan, pemerintah harus memberikan bukti lebih dahulu supaya semua ponsel ilegal yang dijual di toko-toko seperti di Ambassador atau Roxy hilang. "Kalau sekarang, kan, sama saja kementerian lain yang tidak melakukan tugas dan fungsinya disuruh 'bebersih'," paparnya.

Heru juga menjelaskan bahwa pembahasan soal IMEI sudah dimulai sejak 2009 dalam sidang ASEAN Telecommunication Regulator's Council (ATRC Meeting) di Chiang Rai, Thailand, di mana dirinya menjadi ketua delegasi dari Indonesia.

8 Negara dengan Penurunan Tercepat di Asia

"Saat itu dibahas mengenai maraknya pencurian ponsel di Filipina. Nah, hasil curiannya itu diduga kuat dijual ke negara tetangga. Kami berdiskusi bagaimana ponsel yang hilang atau dicuri itu, IMEI-nya dilaporkan untuk diblokir," jelasnya.

Meski begitu, Heru mendukung pemberantasan ponsel ilegal. Ia lalu mencontohkan kasus pemblokiran yang dilakukan BlackBerry (BB) beberapa waktu lalu. Menurutnya hal itu justru merugikan konsumen di Indonesia.

"Kami waktu itu pertanyakan ke BB. Karena, kan, mereka cuma membeli enggak urus PIN atau asal negaranya, lalu palsu atau enggak," tegas dia.

Sebelumnya, pengamat industri telekomunikasi Garuda Sugardo menegaskan kedaulatan data menyangkut jati diri dan properti pelanggan haruslah bersifat konfidensial.

Artinya, tidak hanya lokasi tapi juga kepemilikan databasenya. Menurut dia sistem identifikasi produk ponsel ilegal yang dinamakan Device Identification, Registration, and Blocking System (DIRBS) jelas masuk ke dalam kategori konflik, karena chipset dan CPU ponsel adalah produk Qualcomm.

"Perlu transparansi informasi. Apakah sudah ada kajian tentang implementasi DIRBS di negara lainkah, bagaimana model bisnisnya, lalu, hasilnya apa untuk mengatasi ponsel ilegal (black market/BM)," kata Garuda kepada VIVA. (ann)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya