Melek Teknologi Bikin Anak Petani Bisa Jualan Lewat Platform

Ilustrasi smart city.
Sumber :
  • cimconlighting.com

VIVA – Konsep kota pintar atau smart city membuat layanan publik lebih cepat dan memberikan solusi beragam masalah. Teknologi bukan semata-mata milik orang kota tapi juga dapat diakses di pedesaan melalui jaringan internet.

Intip Cerita Desa Ibru Muaro Jambi, Pemenang Desa BRILian Paling Inovatif dan Digitalisasi Terbaik

Dengan begitu dapat meningkatkan produktivitas daerah dan daya saing ekonomi. Smart city dibuat berdasarkan enam pilar, yakni smart governance (pemerintahan transparan, informatif, dan responsif), smart people (peningkatan kualitas SDM dan fasilitas hidup layak), dan smart living (mewujudkan kota sehat dan layak huni).

Kemudian, smart mobility (penyediaan sistem transportasi dan infrastruktur), smart economy (menumbuhkan produktivitas dengan kewirausahaan dan semangat inovasi), serta smart environment (manajemen sumber daya alam ramah lingkungan).

Beda dengan Daerah Lain, Driver Ojol di Bali Mesti Wajib Bisa Bahasa Asing

Di mata Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Ari Kuncoro, pada dasarnya smart city bagus jika mayoritas masyarakatnya melek teknologi (tech savvy). "Enggak gaptek (gagap teknologi). Jadi ini kembali ke masalah budaya saja," kata dia kepada VIVA dalam Diskusi IndoSterling Forum, Selasa, 6 Agustus 2019.

Lebih jauh Ari menuturkan bahwa melek teknologi menjadi sangat penting karena era transformasi digital saat ini teknologi sangat rentan dipakai untuk hal-hal yang tidak bertanggung jawab.

Homestay di 21 Desa Wisata Sudah Disuntik SMF Rp 13,5 Miliar

Selain itu, program infrastruktur telah mendorong peningkatan akses bekerja bagi penduduk kota/pedesaan dan peningkatan akses perdagangan bagi penduduk/kota pedesaan. Selain itu juga meningkatkan akses kesehatan dan pendidikan tinggi serta relokasi sektor manufaktur ke daerah pedalaman.

Menurut Ari, dampak terbesar dari pembangunan infrastruktur saat ini adalah pada peningkatan perekonomian daerah. Masyarakat tidak perlu lagi mencari penghidupan di kota besar, namun mereka dapat membangun usaha dengan tetap tinggal di desa.

"Bagi orang desa, sekarang bisa hidup di desa. Mereka bisa punya bisnis di tempatnya. Anak-anak petani bisa menggunakan aplikasi atau platform untuk menjual produk pertanian orangtuanya. Dengan syarat kualitas sesuai standard dan bisa memenuhi kebutuhan yang diminta," papar dia.

Selain harus melek teknologi, sistem transportasi terintegrasi juga harus mampu mengakomodasi konsep smart city. Karena, sistem ini merupakan proses penataan transportasi yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan tanpa membedakan moda transportasi, perusahaan dan institusi.

"Intinya jangan diburu-buru. Karena banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Saya melihat 10-15 tahun lagi smart city bisa diterapkan di Indonesia," jelasnya.

jakarta smart city

Senada, Direktur Jenderal Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Taufiq Madjid, mengaku saat ini telah terjadi perubahan paradigma pembangunan desa di mana desa sebagai subjek utama pembangunan.

Pertama, pemberian kewenangan berdasarkan azas rekognisi dan subsidiaritas yang berarti pengakuan dan penghormatan terhadap keberadaan (eksistensindesa).

Sedangkan, subsidiaritas berarti penggunaan kewenangan staf lokal. Kedua, kedudukan desa sebagai pemerintah berbasis masyarakat, yaitu campuran dari komunitas yang mengatur dirinya sendiri (self-governing community) dan pemerintah lokal (local self government).

Hingga kini, kata Taufiq, telah terbangun sepanjang 191.600 km jalan, 1.140 ribu jembatan, dan 5.371 unit dermaga. 'Ini semua dicapai dari program Dana Desa adalah telah menunjang aktivitas ekonomi masyarakat serta telah  meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa," ungkap Taufiq.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya