Obati Pasien Virus Corona dengan Terapi Plasma Darah, Begini Hasilnya

Ilustrasi darah.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Pemerintah China akan memperluas metode pengobatan pasien terjangkit wabah Virus Corona (Covid-19) lewat terapi plasma darah. Rencananya, pengobatan ini akan dilakukan di beberapa provinsi di China. Salah satunya Provinsi Guangdong.

Kapten Vincent Kena Flu Singapura Sampai Bernanah: Lebih Sengsara dari COVID!

Spesialis Penyakit Pernapasan China, Zhong Nanshan mengatakan, terpilihnya Guangdong karena di provinsi itu ada sejumlah pasien yang sakit parah akibat Virus Corona atau Covid-19.

Dilansir dari situs SCMP, Rabu 19 Februari 2020, sejauh ini terapi plasma darah telah diberikan kepada sejumlah kecil pasien di Hubei yang menjadi episentrum atau pusat dari penyebaran wabah dengan hasil positif.

KPK Cecar Fadel Muhammad soal Dugaan Kasus Korupsi APD di Kemenkes RI

"Terapi plasma darah terlihat menjanjikan. Metode ini sudah cukup tua tapi efektif dan aman. Meski persediaannya mungkin terbatas," kata Zhong, profesor ahli pernafasan yang sebelumnya telah mengungkap skala wabah sindrom pernapasan akut atau SARS.

Terapi plasma sebelumnya digunakan pada satu pasien flu burung H5N1 di Shenzhen 15 tahun silam, dan beberapa pasien flu babi H1N1 di Hongkong, yang membantu menurunkan tingkat kematian.

Cerita Anne Avantie Bangkrut, Temukan Kebahagiaan di Tempat Tak Terduga

Provinsi Guangdong juga menggunakan terapi tersebut untuk mengobati anak-anak yang menderita infeksi adenovirus parah yang menyebabkan penyakit pernapasan, kendati jumlah kasusnya tidak signifikan secara statistik.

Pada pekan lalu, China National Biotec Group, sebuah perusahaan milik negara di bawah Kementerian Kesehatan, mengumumkan bahwa antibodi penawar virus telah terdeteksi dalam plasma pasien yang telah sembuh dari Covid-19.

Antibodi ini telah membantu merawat lebih dari 10 pasien yang sakit kritis dan mengurangi peradangan setelah 12 hingga 24 jam perawatan. Terkait hal itu, pihak berwenang di Hubei, Guangdong, dan Shanghai telah meminta lebih banyak donor darah untuk menambah perawatan terhadap pasien Virus Corona lainnya.

Selain itu, Zhong mengatakan penggunaan kloroquin fosfat, obat malaria berusia 80 tahun, pantas diamati lebih lanjut karena beberapa pasien yang diberikan obat tersebut pulih lebih cepat. Meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan apakah obat itu akan membantu menyembuhkan penyakit.

"Sejumlah besar pasien di bawah pengamatan kritis dinyatakan negatif dalam 15 hari. Gejala demam dan virus menghilang satu hari sebelumnya bagi mereka yang menggunakan obat dibandingkan mereka yang tidak," tutur dia.

Saat ini belum ada perawatan atau vaksin berlisensi penuh untuk Virus Corona. Namun Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa vaksin pertama mungkin baru akan tersedia dalam waktu 18 bulan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya