Badan Intelijen Negara Minta Facebook Buka Akses Pesan Terenkripsi

Ilustrasi intelijen.
Sumber :
  • Washington Examiner

VIVA – Badan Intelijen Negara Inggris, MI5, meminta Facebook untuk membuka akses penuh atas pesan terenkripsi. Kepala Badan Intelijen Negara Inggris MI5, Andrew Parker, secara khusus menyampaikan keprihatinannya atas rencana Facebook untuk memperkenalkan enkripsi end-to-end pada Maret 2020 di semua layanan platform milik Mark Zuckerberg itu.

Warga Kian Resah Dengan Maraknya Pelacuran di Jalanan Kota Ini

Parker mengaku semakin bingung ketika Badan Intelijen Negara seperti MI5 tidak bisa dengan mudah membaca pesan rahasia dari tersangka yang sedang mereka pantau. Akhirnya, dunia maya telah berubah menjadi tempat liar, tidak dapat diatur dan tidak dapat diakses oleh pihak berwenang.

Meski ia tidak menyebut Facebook secara spesifik, namun beberapa sumber keamanan telah menyampaikan perhatian khusus terkait rencana enkripsi Facebook karena popularitas global dan pengaruh raksasa teknologi asal Amerika Serikat (AS) tersebut.

Serius Berpolitik, Verrell Bramasta Mau Belajar ke Inggris Dulu Sebelum Dilantik Jadi Anggota DPR

Dilansir dari The Guardian, Rabu, 26 Februari 2020, badan intelijen dan perusahaan teknologi telah berusaha untuk memperjuangkan berapa banyak akses untuk menyediakan komunikasi terenkripsi karena enkripsi end-to-end belakangan ini menjadi semakin lazim.

Facebook.

Ini 5 Sistem Pertahanan Udara Israel yang Bekerja Lembur Cegat Rudal Balistik Iran

Sistem enkripsi kini sudah digunakan oleh Signal dan aplikasi perpesanan WhatsApp milik Facebook. Namun, CEO Facebook, Mark Zuckerberg, ingin memperluas enkripsi ke seluruh produk Facebook lainnya, termasuk pada layanan pesan instan milik mereka sendiri. Inilah yang membuat Badan Intelijen Negara Inggris, MI5, prihatin.

Sebelumnya, pada November 2018, Direktur Teknis National Cyber Security Center GCHQ, Ian Levy, mengusulkan agar perusahaan teknologi mengirim salinan pesan terenkripsi sesuai dengan pengajuan surat perintah dari agen mata-mata, yang dikenal sebagai 'protokol hantu'.

Namun, permintaan itu ditolak enam bulan kemudian oleh sekelompok perusahaan teknologi seperti Apple dan WhatsApp milik Facebook, yang menyebut permohonan itu akan berisiko menyesatkan pengguna. Karena, secara diam-diam mengubah percakapan dua arah menjadi 'obrolan grup', di mana pemerintah dianggap seperti peserta tambahan.

Sikap perusahaan teknologi ini mendapat dukungan dari Privacy International. Kelompok yang mendukung hak asasi manusia (HAM) atas teknologi itu mengatakan enkripsi yang kuat menjaga komunikasi tetap aman dari penjahat dan pemerintah yang bermusuhan.

"Kenyataannya adalah bahwa platform teknologi besar ini adalah perusahaan multinasional. Menyediakan akses ke polisi Inggris sama saja seperti membangun preseden yang dapat digunakan polisi di seluruh dunia untuk memaksa platform itu untuk memantau aktivis dan oposisi dari Hong Kong hingga Honduras," demikian keterangan resmi Privacy International.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya