Habis Banjir Darah, Muncul Pulau Baru di Antartika

Lubang raksasa di Antartika.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Usai heboh banjir darah pekan lalu, kini muncul pulau baru di Antartika. Penyebabnya adalah dua gletser, Thwaites dan Pine Island, yang mencair sehingga nampak sebuah pulau yang sebelumnya tidak ada di peta.

Kasus Dengue di Indonesia Meningkat Dua Kali Lipat efek El Nino, Menurut Kemenkes

Seperti diketahui, Semenanjung Antartika merupakan salah satu lokasi dengan pemanasan global tercepat di Bumi. Sedangkan, banjir darah yang dimaksud di sini adalah sejenis ganggang dengan pigmen merah bernama Chlamydomonas nivalis mikroskopis yang menyebar di salju.

Dikutip dari situs Space, Senin, 2 Maret 2020, para ilmuwan dari Thwaites Glacier Offshore Research menemukan pulau itu di awal minggu ini ketika berlayar di lepas pantai Gletser Pine Island. Luasnya hanya 350 meter dan sebagian besar tertutup es. Namun, pulau tersebut menampakkan lapisan batu coklat.

Terpopuler: Militer Indonesia Ditakuti Israel, Inggris Resesi, Mata Cewek Tertancap Spion Motor

Setelah melakukan pendaratan singkat, peneliti mengonfirmasi bahwa pulau baru tersebut terbuat dari granit vulkanik dan yang paling menarik terdapat beberapa tanda telah ditinggali orang.

Iran Deklarasikan Bahwa Benua Antartika Kini Milik Mereka

Pulau tersebut hampir dipastikan efek dari pencairan gletser yang akhir-akhir ini terjadi di Antartika, menurut anggota ekspedisi Sarah Slack dalam postingan blognya, yang juga merupakan guru sains di sekolah menengah di New York, AS.

"Awalnya kami kira itu gunung es yang mencair, yang kemudian mengekspos batu yang ada di dasarnya. Tapi sekarang kami berpikir bahwa es di pulau itu pernah jadi bagian Gletser Pine Island, di mana ada bongkahan es besar yang terapung ke lautan dari tepi gletser," ujarnya.

Memanfaatkan gambar dari Google Earth, anggota ekspedisi Peter Neff membuat model yang menunjukan bagaimana retakan es yang terjadi sejak 2011, menunjukkan Sif Island terpisah dari Pine Island.

Dari atas memang terlihat seperti gunung es yang berdiri sendiri. Saat ini status kepulauannya telah terkonfirmasi. Studi lebih lanjut akan dapat mengungkap bagaimana batu di kawasan itu merespon perubahan iklim dalam beberapa dekade.

Sebagaimana diketahui, fenomena banjir darah di Antartika ini disebut sebagai salju semangka atau salju darah. Warna merahnya berasal dari karotenoid di kloroplas ganggang itu. Pigmen ini berperan untuk menyerap panas dan melindungi ganggang dari sinar ultraviolet.

Sebenarnya kondisi tersebut kurang baik bagi salju, apalagi jika ganggang terus berkembang. Karena, akibat warna merah yang dihasilkan dari ganggang itu menyebabkan salju memantulkan lebih sedikit sinar Matahari sehingga mencair lebih cepat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya