Dua Sisi Teknologi Pelacakan Virus Corona
Getty Images
Orang-orang yang diwajibkan menjalani masa karantina di Hong Kong diharuskan memakai gelang bergambar kode QR.
Ketika jumlah kasus positif Virus Corona COVID-19 terus meningkat di dunia, jumlah kasus di China menurun seiring dengan langkah karantina wilayah alias lockdown guna membatasi penyebaran wabah ini.
Akan tetapi, kemunculan gelombang kedua Covid-19 yang dipicu oleh "kasus-kasus impor"—orang-orang yang datang dari luar negeri—kini menjadi ancaman baru.
Untuk menegakkan disiplin karantina wilayah dan mencegah kasus-kasus impor menyebabkan gelombang baru, teknologi pelacakan orang pun digunakan.
Sejumlah pihak berwenang menganggap teknologi tersebut penting guna memerangi krisis kesehatan masyarakat dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Meski demikian, ada kekhawatiran bahwa pemakaian teknologi semacam itu melanggar privasi. Lantas, apa saja teknologi yang digunakan di China, Hong Kong, dan Taiwan? Dan mengapa sejumlah orang menjadi risau terhadap penggunaannya?
Gelang di Hong Kong
Pemerintah Hong Kong mewajibkan semua pendatang baru menjalani karantina selama 14 hari, baik di rumah maupun di tempat-tempat yang telah disediakan.
Pemerintah memberi mereka gelang bergambar kode QR yang terkait dengan sebuah aplikasi. Aplikasi itu sendiri harus mereka unduh ke ponsel masing-masing.
Begitu tiba di tempat karantina—di rumah atau d kamar hotel—aplikasi tersebut diaktifkan dengan memindai kode QR.