Australia Terus Curiga ke China, Maunya Apa Sih?

Ilustrasi serangan siber.
Sumber :
  • www.pixabay.com/bykst

VIVA – Australia mengecam serangan siber terhadap berbagai instansi pemerintah, industri, dan organisasi. Meski demikian tidak dilaporkan adanya kebocoran data penting besar-besaran. Pemerintah negeri Kangguru itu langsung menuduh China sebagai biang keladinya.

Kalahkan 11 Negara, Siswa Indonesia Sabet Emas Kompetisi Matematika Internasional di Australia

Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, menggambarkan serangan siber yang dilakukan oleh China sebagai operasi "jahat" dan "canggih." China dianggap menjadi tersangka utama negara asal serangan. Bukan itu saja. Ia juga menggambarkan intensitas serangan terhadap sejumlah lembaga dan korporasi berlipatganda.

"Aktivitas yang membidik organisasi Australia di semua sektor, termasuk di semua level pemerintah, industri, organisasi politik, pendidikan, kesehatan, penyedia jasa esensial dan infrastruktur penting lainnya. Saya sangat yakin pelaku serangan disponsori oleh negara (China)," kata Morrison, seperti dikutip dari situs Deutsche Welle, Sabtu, 20 Juni 2020.

Harga Diri Apple sedang Dipertaruhkan

Stasiun televisi publik, ABC, mengutip seorang "sumber senior" di pemerintahan yang memastikan keterlibatan Beijing dalam serangan siber teranyar. Tahun lalu serangan siber juga menimpa Parlemen Australia, partai-partai politik dan universitas. Saat itu pun Cina sudah menjadi tersangka utama.

Surut hubungan diplomasi

5 Negara Pemegang Hak Veto di PBB, Keputusan Internasional Ada di Tangan Mereka

Hubungan kedua negara belakangan memanas, menyusul sikap Australia yang vokal menyuarakan kritik terhadap Partai Komunis China, antara lain desakan investigasi indpenden terhadap asal muasal wabah COVID-19.

Mereka juga belakangan mempermasalahkan praktik "pemaksaan ekonomi" oleh China, di mana Beijing diduga menggunakan perusahaan teknologi seperti Huawei sebagai alat spionase atau untuk memperkuat posisi China dalam negosiasi bilateral.

Sebagai balasan Beijing memperingatkan mahasiswa dan wisawatan China agar menghindari Australia, dan menghukum mati seorang warga negara Australia atas dakwaan penyelundupan obat terlarang.

Pemerintah China sudah menolak tuduhan ikut terlibat dalam serangan siber teranyar terhadap Australia. Namun, pakar keamanan siber meragukan Canberra bisa menindaklanjuti serangan tersebut, lantaran sifatnya yang memakan waktu dan jika diungkap ke publik, bisa semakin memanaskan situasi antara kedua negara.

Serangan terbaru ini diyakini didesain dengan menggunakan teknik "Copy-Paste," di mana pelaku meniru sepenuhnya "kode yang sudah teruji" dan "web shell" yang diambil dari open source.

Teknik serangan tidak istimewa

Namun berbeda dengan pernyataan Morrison, pakar keamanan siber menilai serangan tersebut sama sekali tidak canggih, karena hanya menggunakan teknik yang sudah dikenal luas.

Kepada harian Inggris The Guardian, Guru Besar Keamanan Siber di University of New South Wales, Australia, Richard Buckland, mengaku tidak melihat sesuatu yang super rahasia atau sangat gelap. "Mereka menggunakan teknik yang sudah dikenal untuk menyerang celah keamanan yang juga sudah diketahui, melalui proses yang umum," jelasnya.

Morrison juga meyakinkan tidak ada data pribadi yang bocor dan kebanyakan serangan berujung gagal. "Serangan-serangan ini bukan sebuah risiko yang sama sekali baru, tapi risiko yang sangat spesifik," ujar dia.

"Kami mendorong semua organisasi, terutama di bidang kesehatan, infrastruktur kritis dan layanan jasa esensial, agar melakukan konsultasi dengan pakar keamanan, serta menerapkan teknologi pertahanan siber yang baik," lanjut Morrison.

Pernyataan Morrison yang cendrung bernada ambigu ihwal asal usul serangan difahami sebagai sesuatu yang disengaja, klaim Ben Scott, bekas pejabat dinas rahasia Australia yang kini bekerja untuk lembaga pemikir, Lowy Institute.

"Tuduhan yang terlalu dini juga bisa sangat provokatif. Tapi saya yakin kalau China sangat bisa dipastikan mendalangi serangan tersebut. Dinas rahasia Australia mungkin berharap pernyataan perdana menteri akan membuat gentar pelaku serangan untuk tidak membocorkan sejumlah besar informasi rahasia atau melakukan sabotase," ungkap Ben.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya