Hacker Incar Data Pribadi Nasabah Kartu Kredit karena Mahal Harganya

Ilustrasi kartu debit/kredit.
Sumber :

VIVA – Bobolnya data pribadi pengguna layanan pinjaman online Cermati.com menambah daftar panjang aksi peretasan yang terjadi di Indonesia sepanjang 2020. Sebelumnya ada Tokopedia, Bukalapak, Bhinneka, KreditPlus, hingga database Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Tips Aman Meninggalkan Rumah Saat Mudik Lebaran, Jangan Lupa Pasang CCTV

Pakar Keamanan Siber dari CISSREC, Pratama Prasadha, mengatakan hal ini memperlihatkan jika bekerja dari rumah (work from home/WFH) memiliki potensi celah keamanan.

"Ini semakin memperlihatkan bahwa ada potensi celah keamanan akibat WFH. Sebelum pandemi COVID-19 memang istilah WFH ini belum populer di Tanah Air. Tapi seharusnya WFH diikuti dengan penjelasan untuk memakai sejumlah tools seperti VPN untuk membantu pengamanan data, terutama ketika karyawan sedang mengakses sistem kantor," ungkapnya kepada VIVA Tekno, Senin, 2 November 2020.

AS Tuntut 7 Warga China atas Peretasan Jahat yang Disponsori Negara

Pratama juga menekankan pentingnya edukasi saat WFH. Para karyawan diingatkan agar tidak mengakses sistem kantor dengan jaringan yang berisiko. Salah satunya wifi publik. Menurutnya, jika tidak ada edukasi standard maka sistem kantor akan terekspos dengan mudah.

Selain itu korban pembobolan data pribadi adalah marketplace, karena tempatnya pengumpul data paling banyak, selain sektor kesehatan dan farmasi yang menjadi sasaran peretas atau hacker ketika pandemi COVID-19.

SNBP Tahun 2024, USU Terima 2.244 Mahasiswa Baru

"Tingginya transaksi lewat marketplace maka hal itu membuat para peretas juga mengincarnya. Apalagi mereka mengincar data pribadi nasabah kartu kredit yang harganya jauh lebih mahal saat dijual di forum internet seperti dark web," tegas Pratama.

Tidak hanya itu. Ia selalu mengingatkan pentingnya kehadiran UU Perlindungan Data Pribadi. Dengan begitu akan memaksa Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik (PSTE) untuk membangun sistem kuat serta bertanggung jawab bila ada kebocoran data pribadi.

"Jika kebocoran data pribadi sudah terjadi maka PSTE sulit untuk dimintai pertangungjawabannya. Ini celah yang harus ditutupi," papar dia. Sebelumnya, Badan Siber dan Sandi Negara atau BSSN mengingatkan pengguna agar hati-hati memakai cloud computing atau komputasi awan.

Sebab, di balik banyak manfaat juga terdapat ancaman dari peretas atau hacker. Komputasi awan memang menawarkan efisiensi lewat praktik kolaborasi sehingga memudahkan dalam berinteraksi. Kolaborasi yang dimaksud antara lain data yang tersimpan di infrastruktur komputasi awan bisa diakses oleh banyak perangkat. Itu sebabnya pemanfaatan cloud computing dapat dimanfaatkan oleh berbagai sektor.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya